“Masalah utama bangsa saat ini adalah pertumbuhan ekonomi rendah, pengangguran, kemiskinan, gizi buruk, dan daya saing yang rendah”, tandas Prof Rokhmin Dahuri.
Pembangunan ekonomi kelautan, inovasi dan industrialisasi ramah lingkungan dan sosbud, harus menjadi prioritas kebijakan dan ini harus terus digaungkan dan menjadi dikursus yang membangun. Demikian disampaikan Koordinator Penasehat Menteri Kelatan dan Perikana ini pada acara Webinar Bincang Dimensi Ruang yang diadakan kerjasama PERLUNI PWK-ITI, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota-ITI, dan Ikatan Ahi Perencanaan (IAP) Propinsi Banten (15/07/2020).
Pertumbuhan ekonomi Triwulan-II 2020 adalah -1%, dan Triwulan-III 2020 diperkirakan -3,1%, dan jika proyeksi Triwulan-III ini terjadi, maka bersiaplah Indonesia mengalami resesi ekonomi (Kemenkeu, 29 Juni 2020).
RD juga mengingatkan data yang ada agar tidak terlena. Dimana per Maret 2019, dengan garis kemiskinan Rp 410.000/orang/bulan, jumlah rakyat miskin menurun menjadi 25,6 juta jiwa (9,6% total penduduk). Angka kemiskinan dibawah 10% ini baru pertama kali terjadi sejak Kemerdekaan -NKRI 1945(BPS, 2018).
Namun yang perlu dicatat, jumlah penduduk yang rentan miskin (pengeluaran > Rp 410.000/orang/bulan –US$ 45 (Rp 652.500)/orang/bulan) masih 69 juta jiwa (BPS, 2019). Artinya jumlah penduduk miskin + rentan miskin = 25,6 juta + 69 juta jiwa = 94,6 juta jiwa. Data ini mirip data Bank Dunia (dengan poverty line US$ 2/orang/hari atau US$ 60 (Rp.840.000)/orang/bulan), jumlah rakyat miskin Indonesia 100 juta orang (40% total penduduk).

Secara rinci Rokhmin Dahuri membeberkan permasalahan dan tantangan pembangunan Indonesia saat ini dan kedepan, yaitu:
- Pertumbuhan ekonomi kurang dari 7% per tahun
- Pengangguran dan kemiskinan, dimana nelayan salah satu kantong kemiskinan.
- Kesenjangan sosek terburuk keempat di dunia
- Disparitas pembangunan antar wilayah: Desa vs Kota; Jawa vs Luar Jawa
- Defisit Neraca Perdagangan dan Transaksi Berjalan
- Deindustrialisasi
- Kedaulatan pangan rendah, gizi buruk dan stunting growth
- Daya saing dan IPM rendah
- Kerusakan lingkungan dan SDA.
- Krisis ekonomi global, perseteruan AS vs China, dan Pandemi Covid-19. Dan jika tak ada breakthrough, ditambah pertumbuhan ekonomi < 7% per tahun makan akan terjadi Middle-Income Trap.
Kondisi ini tentunya harus disikapi dengan kerja keras, tidak biasa-biasa saja, sebagaimana pesan Presiden Jokowi.
Dan sumbasih ekonomi kelautan bisa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru, jika digerakkan dengan sistematis dan terarah.
Total potensi ekonomi sebelas sektor Kelautan Indonesia sebesar US$ 1,338 triliun/tahun atau 5 kali lipat APBN 2019 (Rp 2.400triliun = US$ 190 miliar) atau 1,3 PDB Nasional saat ini. Lapangan kerja yang bisa menyerap 45 juta orang atau 40% total angkatan kerja Indonesia.

Pada 2014 kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia masih sekitar 22%. Negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil (seperti Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia, dan Islandia), bahkan kontribusinya sudah > 30%.
6 strategi pembangun ekonomi kelautan dan perikanan yang bisa didekati untuk menjadikan Indonesia proros maritim dunia. Pertama, penataan ruang wilayah lahan atas pesisir laut secara terpadu; kedua, pembangunan ekonomi dan kawasan industri; ketiga, pembangun an infrasturktur dan konektivitas, keempat, pengelolaan lingkungan laut dan konservasi; kelima, good governance dan kebijakan politik ekonomi; dan keenam, pembangunan SDM.

Dalam jangka pendek, Prof Rokhmin Dahuri mengusulkan langkah terobosan dan program quick wins pemulihan ekonomi pasca covid-19.
Pertama, pembangunan perikanan perikanan budidaya yang mensejahterakan dan berkelanjutan, melalui:
- Pengembangan komoditas unggulan di: (1) perairan tawar, (2) perairan payau (tambak), (3) perairan laut dangkal, (4) perairan laut lepas atau laut dalam (offshore aquaculture), dan (5) akuarium serta media budidaya lainnya.
- Program intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi untuk meneningkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, dan sustainability.
- Aplikasi Best Aquaculture Practices(pemilihan lokasi, bibit dan benih unggul, nutrisi, pengendalian hama & penyakit, manajemen kualitas tanah & air, pond engineering, dan biosecurity),dan integrated supply chain management, dengan target income > US$ 300/bulan/orang.
- Intensitas usaha budidaya tidak melebihi Daya Dukung Lingkungan mikro (kolam, container) maupun Lingkungan Makro (Kawasan).
- Pengembangan induk (broodstock) dan benih unggul yang bebas penyakit (SPF = Specific Pathogen Free), tahan terhadap serangan penyakit (SPR = Specific Pathogen Resistant), cepat tumbuh, dan adaptif terhadap Global Climate Change.
- Pengembangan industri pakan yang berkualitas dengan harga relatif murah dan FCRrendah: trash fish, by catch, magot, micro alage, dll.
- Manajemen lingkungan kawasan: pengendalian pencemaran dan konservasi biodiversity.
- Penyediaan sarana produksi dan infrastruktur berkualitas yang mencukupi.
- Penguatan R & D untuk penguasaan dan aplikasi inovasi teknologi, business models, dan marketing.
Kedua, pembangunan perikanan tangkap, melalui:
- Pengurangan fishing effort/upaya tangkap (kapal ikan, fishing gears, dan jumlah nelayan) untuk setiap kelompok stok ikan (pelagis besar, pelagis kecil, demersal, dan lainnya) berbasis WPP sampai unitwilayah yang lebih kecil (zona penangkapan-1, 2, dan ZEEI). Sehingga, total catch untuk setiap kelompok stok ikan sama dengan 80% MSY atau MSY, dan pendapatan nelayan ABK minimal US$ 300 (Rp 4,2 juta)/orang/bulan.
- eningkatan fishing effortuntuk setiap kelompok stok ikan berbasis WPP sampai unit wilayah yang lebih kecil. Sehingga, total catch untuk setiap kelompok stokikan sama dengan 80% MSYatau MSY, dan pendapatan nelayan ABK minimal US$ 300 (Rp 4,2 juta)/orang/bulan.
- Pengembangan armada Ocean Going Fisheries RIyang kompetitif untuk beroperasi di International Waters (beyond ZEEI).
Ketiga, pembangunan industri pengolahan hasil perikanan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk, melalui:
- Penguatan dan pengembangan teknologi penanganan (handling) dan transportasi hasil perikanan, baik di sektor perikanan tangkap maupun di sektor perikanan budidaya.
- Peningkatan kualitas dan daya saing industri pengolahan hasil perikanan tradisional: ikan asap, pindang, kering (asin dan tawar), fermentasi (peda), terasi, petis, dll.
- Peningkatan kualitas dan daya saing industri pengolahan hasil perikanan modern: live fish, fresh fish, pembekuan, pengalengan, breaded shrimps and fish, produk berbasis surimi, dll.
- Peningkatan utilisasi perusahaan pengolahan ikan menjadi 80%dari kondisi saat ini 10-40% dan larangan ekspor ikan > 300 gram untuk reindutsrialisasi (minimal fillet)
- Pengembangan produk-produk olahan perikanan baru (product development)
- Penyempurnaan packaging dan distribusi produk.
- Penjaminan kontinuitas suplai bahan baku, oleh karena itu pemerintah harus memastikan, bahwa setiap unit industri pengolahan hasil perikanan memiliki mitra produsen (nelayan dan/atau pembudidaya).
- Standardisasi dan sertifikasi.
- Penguatan dan pengembangan pasar domestik dan ekspor
Keempat, pembangunani industri bioteknologi perairan, dan kelima, pembagunan pariwisata bahari.