Tag Archives: Tsunami

ICZM DALAM PENGEMBANGAN WISATA BAHARI BERKELANJUTAN DI NUSA PENIDA

Haarits Rayhan, Muhammad Anugerah Pragnyono, Dion Presetyo Sondakh, Selly Nurul Hikmayanti, Nurul Karunia (Teknik Kelautan FTK ITS)

Indonesia merupakan negara yang memiliki 16.771 pulau, dengan letak yang berbeda-beda setiap pulau ini maka akan berbeda pula kondisi alam yang ada. Selain itu Indonesia juga merupakan negara yang tergolong rawan terhadap kejadian bencana alam, hal tersebut dikarenakan letak geografis Indonesia yang berlokasi di antara dua samudera besar dan terletak di wilayah lempeng tektonik. Akibatnya Indonesia juga masuk dalam wilayah cincin api (ring of fire), yang berarti Indonesia rawan terkena gempa bumi dan dapat menimbulkan tsunami.

Dengan banyaknya pulau yang dimiliki Indonesia, maka pastinya banyak wilayah pulau dan peisisir yang dapat dimanfaatkan, namun diperlukan pengelolaan yang tepat untuk pemanfaatan wilayah pesisir ini agar tidak menjadi bencana bagi masyarakat setempat.

Salah satu wilayah yang dapat dikelola oleh pemerintah serta memiliki daya tarik yang cukup memikat pengunjung adalah Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, yang merupakan kepulauan yang berada di Selatan Bali yang memiliki banyak kekayaan alam. Kecamatan Nusa Penida memiliki tiga pulau utama yaitu Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan yang semuanya dikelilingi oleh terumbu karang tepi (fringing reef) dengan luas 1600 hektar.

Kecamatan Nusa Penida terdiri dari tiga kepulauan yaitu pulau Nusa Penida, Pulau Lembongan dan Pulau Ceningan, terdiri dari 16 Desa Dinas, Dengan Jumlah Penduduk 46,749 Jiwa (8.543 KK). Pulau Nusa Penida bisa ditempuh dari empat tempat yaitu lewat Benoa dengan menumpang Quiksilver/Balihai ditempuh +1 jam perjalanan.

Secara umum kondisi Topografi Nusa Penida tergolong landai sampai berbukit. Desa – desa pesisir di sepanjang pantai bagian utara berupa lahan datar dengan kemiringan 0 – 3 % dari ketinggian lahan 0 – 268 m dpl. Seeta semakin ke selatan kemiringan lerengnya semakin bergelombang.

Pesona Alam Nusa Penida

Di Nusa Penida terdapat 230,07 hektar hutan mangrove yang mayoritas berada di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Berdasarkan hasil survey dan identifikasi mangrove kerjasama antara TNC Indonesia Marine Program dan Balai Pengelolaan Hutan Mangrove wilayah I pada bulan Februari 2010 di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan, terdapat 13 jenis mangrove dan 7 jenis tumbuhan asosiasi. Selain itu juga dijumpai 5 jenis burung air dan 25 jenis burung darat yang dijumpai di sekitar hutan mangrove.

Hutan mangrove di Nusa Lembongan

Selain itu terdapat pula Padang Lamun, Padang Lamun di Nusa Penida seluas 108 hektar. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh TNC dan Universitas Udayana dijumpai sekitar 8 jenis lamun di Nusa Penida. Mayoritas Padang Lamun tumbuh di perairan dangkal dan berasosiasi dengan budidaya rumput laut. Rumput laut merupakan salah satu andalan produksi perikanan bagi masyarakat Nusa Penida, khususnya untuk jenis euchema spinossum.

Kawasan budidaya rumput laut di area lamun pesisir Nusa Lembongan

Ekosistem lainnya adalah terumbu karang. Hasil pemetaan terumbu karang yang dilakukan oleh TNC dengan menggunakan data satelit dari sumber Damaris (Citra Satelit) dan ground truth check di 13 titik, menunjukan luas total terumbu karang Nusa Penida adalah sekitar 1.419 hektar.

Di Nusa Penida juga dijumpai ikan Mola mola (Sunfish) yang menjadi icon bawah laut Nusa Penida, bahkan pulau Bali. Ikan Mola mola ini memiliki ukuran rata-rata 2 meter dan muncul di perairan Nusa Penida sekitar bulan Juli – September untuk membersihkan dirinya dari berbagai parasit dengan bantuan ikan-ikan karang, sekaligus berjemur untuk mendapatkan sinar matahari guna menyesuaikan suhu tubuh dikarenakan berada di perairan dalam cukup lama. Terdapat beberapa lokasi “cleaning station” ikan Mola mola di perairan Nusa Penida.

Selain Ikan Mola mola, juga ditemukan 576 jenis ikan di perairan Nusa Penida dimana diantaranya spesies baru yang belum pernah dijumpai dimanapun di dunia. Antara lain, Pari, Penyu, Dugong (Duyung), Lumba-Lumba dan Paus. (Kajian Ekologi Laut secara cepat – Rapid Ecology Assesment (REA) pada tahun 2008 oleh Gerry Allen dan Mark Erdmann).

Wisata Bahari Nusa Penida

Kekayaan hayati laut Nusa Penida diatas membawa banyak manfaat bagi masyarakat terutama dari sektor pariwisata bahari, perikanan dan perlindungan pantai. Terumbu karang yang cantik, ikan pari manta dan Mola mola menjadi atraksi favorit bagi pariwisata bahari di Nusa Penida. Terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun juga merupakan rumah, tempat berkembang-biak, mencari makan dan berlindung bagi ikan-ikan dan biota laut lainnya. Disisi lain, terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun adalah pelindung pantai alami dari gempuran ombak sehingga pantai tidak terabrasi.

ICZM dalam pengembangan wisata bahari

Pengelolaan wilayah pulau Nusa Penida sebagai kawasan ekowisata bahari merupakan suatu komponen yang harus dilakukan guna menjaga agar kawasan tersebut dapat terjaga ekosistemnya . Sehingga perlu dilakukan perencanaan yang matang. Untuk wilayah pesisir metode yang dapat digunakan yaitu ICZM (integrated coastal zone management) yang merupakan suatu pendekatan yang komprehensif yang dikenal dalam pengelolaan wilayah pesisir, berupa kebijakan yang terdiri dari kerangka kelembagaan dan kewenangan hukum yang diperlukan dalam pembangunan dan perencanaan pengelolaan untuk kawasan pesisir yang terpadu dengan tujuan lingkungan hidup dan melibatkan seluruh sektor yang terkait.

Tujuan dari ICZM adalah untuk memaksimalkan potensi keuntungan yang diperoleh dari kawasan pesisir dan meminimalkan dampak negatif dalam pengelolaan kawasan pesisir, baik pada sumber daya alam maupun terhadap lingkungan hidup.

Salah satu upaya yang cukup efektif untuk mengatasi ancaman terhadap sumberdaya hayati laut yaitu dengan pembentukan Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Dalam pengelolaan kawasa konservasi perairan ini sangat diperlukan dukungan masyarakat, termasuk integrasi hukum adat yang dipertegas oleh para tokoh masyarakat agar dapat menjadi sebuah mental block dengan harapan tidak melakukan kerusakan pada lingkungan di pesisir dan laut daerah Nusa Penida.

Kawasan Konservasi Nusa Penida

Selain itu dalam pengelolaan wilayah Nusa Penida juga mempertimbangkan risiko bencana yang kemungkinan terjadi, karwna wilayah ini dilalui Ring Of Fire.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif/kerusakan yang mungkin terjadi dari bahaya yang mungkin terjadi, misalnya tsunami, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menanam mangrove secara massive disepanjang pantai Nusa Penida. Pengaturan moratorium dan konservasi hutan mangrove sangat berguna sebagai mitigasi bencana, karena mangrove akan mampu mengurangi dampak terjangan tsunami ke daratan dan pemukiman penduduk, dan fasilitas publik dalam menunjang wisata bahari yang telah dibangun, seperti dermaga dan resort yang telah diinvestasikan di wilayah Nusa Penida.

DAMPAK RING OF FIRE PADA PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BANTUL DIY

Mevlevi Haydar As Shafa, Gede Manik Aryadatta Narendra,Zein Afandi, I Putu Crisna Putra Ardhika, Athif Izza Maula (Teknik Kelautan FTK ITS)

Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak pada zona gugusan
gunung berapi atau Ring Of Fire, zona ini memberikan pengaruh besar terhadap gempa, yaitu hampir 90% dari kejadian gempa di bumi dan semuanya merupakan gempa dengan skala
yang besar di dunia (Kramer, 1996). Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang sangat rawan bencana terutama gempa bumi baik itu secara tektonik maupun vulkanis.
Gempa bumi juga dapat menimbulkan bencana lain salah satunya yang paling besar adalah tsunami. Gempa bumi bila disertai tsunami dapat menjadi bencana yang besar dan mematikan (Prasetya dkk., 2006).

Di kawasan wilayah Indonesia terdapat beberapa lokasi yang termasuk daerah rawan gelombang tsunami secara alamiah yaitu pada wilayah pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal tersebut disebabkan karena di daerah tersebut merupakan tempat bertemunya Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia (Cahanar, 2005).

Di Pulau Jawa, Kabupaten Bantul yang menjadi sorotan untuk dilakukannya perlindungan terhadap gelombang tsunami dikarenakan daerah tersebut masuk ke dalam zona cincin api
(Ring of Fire) (Harahap, 1999).

Ancaman Bencana dan Potensi Wisata Pesisir Bantul

Kabupaten Bantul merupakan salah satu wilayah administrasi di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Jawa tengah yang secara spesifik berada di bagian selatan Pulau Jawa. Kondisi
geografis yang berada di jalur selatan Pulau Jawa dengan pergerakan lempeng yang cukup impulsif dan berada persis di hamparan Samudera Hindia menjadikan Bantul sebagai daerah yang rawan akan gelombang tsunami.

Di luar kondisi tersebut, hamparan laut yang begitu indah menjadikan Bantul pusat wisata
yang menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara untuk mengunjungi
daerah tersebut. Hal tersebut menjadi alasan perlu adanya analisa dalam menentukan potensi
ancaman gelombang tsunami di daerah tersebut.

Di pesisir Kabupaten Bantul terdapat kawasan wisata pantai selatan yang terkenal akan
keindahannya. Pantai selatan Bantul membentang sepanjang kurang lebih 13 kilometer dari Pantai Parangtritis sampai Pantai Baru, deretan pantai tersebut terkenal akan pasir hitam dan keindahan sunset yang sangat indah dengan Pohon Cemara di sekitar area bibir pantai.

Pemandangan salah satu sisi pesisir Kabupaten Bantul

Rindangnya pepohonan yang tumbuh berjejer di tepi pantai tersebut, menjadikan suasana di
lokasi ini sejuk dan tidak panas ketika siang hari. Hal tersebut dimanfaatkan wisatawan untuk sekedar duduk diatas tikar sembari menikmati keindahan laut, serta menikmati sejuknya hembusan angin di bawah pohon cemara.

Selain itu keberadaan ribuan kincir angin sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH)
di sisi barat pantai menjadi manget bagi lokasi terebut menarik minat wisatawan untuk datang
baik sekedar penasaran maupun menambah pengetahuan. Pemandu wisata juga telah disediakan untuk para wisatawan yang ingin merasakan wisata pendidikan untuk mengetahui
lebih dalam tentang PLTH terbesar di Indonesia ini.

Kerawanan Gelombang Tsunami Pesisir Bantul

Dibalik keindahan panorama di pesisir Bantul yang menawan, terdapat ancaman bahaya yang
cukup serius. Hal ini dikarenakan lokasi Kabupaten bantul yang berada kawasan Ring of Fire dengan pergerakan lempeng tektonik cukup aktif di wilayah selatan Pulau Jawa yaitu
bertemunya lempeng Indo – Australia dan lempeng Eurasia. Dampak dari pergerakan aktif
lempeng tersebut akan mengakibatkan gempa tektonik dan memungkinkan terjadinya tunami apabila terdapat gempa tektonik dengan skala besar.

Besar kecilnya kerawanan gelombang tsunami tergantung pada besarnya ketinggian gelombang tsunami, keadaan topografi pantai dan daratan.

Beberapa parameter yang mempengaruhi kerawanan gelombang tsunami di pesisir Bantul meliputi elevasi daratan, slope, jarak dari garis pantai, dan jarak sungai.

Wilayah pantai selatan yang memiliki elevasi rendah membuat tingkat kerawanan gelombang
tsunami di daerah ini lebih tinggi ditambah keberadaan aliran sungai menyebabkan gelombang tsunami dapat menggerus apapun yang dilaluinya. Tinggi rendahnya elevasi suatu
wilayah tersebut mempengaruhi tingkat kerawanan terhadap gelombang tsunami yang terjadi.

Gelombang tsunami memiliki sifat merusak, sehingga dalam penataan ruang harus memiliki
kawasan penyangga. Penentuan wilayah dari garis pantai merupakan parameter yang cukup
penting. Oleh karena itu, dalam suatu analisis kerawanan gelombang tsunami perlu menentukan jarak dari garis pantai. Semakin pendek jarak dengan pantai mengindikasikan
rendahnya kerawanan terhadap gelombang tsunami, begitu sebaliknya.

Daerah pesisir Bantul memiliki jarak sungai yang berjauhan. Letak sungai yang berdekatan
satu sama lain menyebabkan limpasan gelombang tsunami ke daratan akan menimbulkan kerusakan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan adanya akumulasi energi gelombang tsunami dan massa air. Oleh karena itu, apabila ingin membangun bangunan untuk kepentingan perumahan, perindustrian, maupun perekonomian, sebaiknya dilakukan pada daerah yang berjarak < 250 m dari sungai yang bertujuan untuk meminimalisir kerugian yang cukup tinggi.

ICZM sebagai Konsep Mitigasi Bencana

Menyadari potensi bencana alam gampa bumi dan tsunami di wilayah pesisir Bantul dan untuk mengurangi dampak bencana di masa depan, hal ini diperlukan upaya mitigasi bencana yang lebih komprehensif baik melalui pendekatan non – struktural maupun melalui pendekatan struktural. Upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan konsep Integrated Coastal Zone Management (ICZM).

Dengan konsep ICZM, penyelenggaraan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil tidak terlepas dari aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat, kelestarian lingkungan hidup, kemanfaatan dan efektivitas, serta lingkup luas wilayah. Sehingga upaya mitigasi bencana akan menguntungkan dari segi lingkungan dan juga masyarakat.

Strategi atau upaya mitigasi bencana alam gempa bumi dan tsunami dengan penerapan konsep ICZM yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat pesisir Kabupaten Bantul antara lain adalah upaya mereduksi dampak negatif jika terjadi bencana gempa bumi yaitu mikrozoning analisis kerawanan dan analisa resiko. Pengkajian mikrozoning dapat meliputi kajian tentang karakteristik bencana, frekuensi, waktu dan periode berlangsungnya bencana. Hasil kajian berupa data dan informasi potensi kebencanaan nantinya dipakai dalam melakukan analisis kerawanan dan resiko di wilayah pesisir Kabupaten Bantul.

Analisis kerawanan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi mana saja yang rawan, sekaligus memberikan skenario penanggulangan apabila terjadi bencana. Sedangkan analisa resiko
bencana bertujuan untuk memberikan informasi yang rinci dan jelas tentang karakteristik bencana serta resiko yang akan dihadapi. Dengan mengetahui dua hal tersebut, aparat maupun masyarakat dapat melakukan langkah-langkah perencanaan dan kesiapsiagaan yang efisien dan efektif.

Strategi mitigasi bencana lainnya adalah upaya mereduksi dampak tsunami, yaitu dapat dilakukan melalui penyediaan sistem peringatan dini (early warning system) yang secara cepat mampu membaca kenaikan gelombang laut tiba-tiba yang disebabkan oleh gempa bumi. Upaya lainnya yang bisa dilakukan adalah penggunaan bangunan peredam tsunami seperti dike (tanggul)
atau breakwater (pemecah ombak).

Strategi mitigasi bencana lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan kebijakan rumah penduduk harus memiliki struktur kuat sehingga tahan terhadap guncangan gempa dan tsunami serta arah orientasi bangunan tegak lurus dengan garis pantai sehingga sejajar dengan arah perambatan gelombang tsunami.

Konsep ICZM dalam pengelolaan wilayah pesisir berbasis mitigasi bencana pada dasarnya bertujuan untuk mendayagunakan potensi pesisir dan laut untuk meningkatkan kontribusi terhadap
pembangunan ekonomi nasional, kesejahteraan pelaku pembangunan kelautan khususnya, dan untuk tetap menjaga kelestarian sumber daya kelautan khususnya sumber daya alam serta dapat meminimalisir adanya kerugian harta benda maupun nyawa manusia jika terjadi bencana pesisir.