Tag Archives: Pesisir

BAGAIMANA ICZM MEMITIGASI BENCANA DAN PENANGANAN SAMPAH PESISIR KABUPATEN SERANG

Elang Setia Pratama, Dedy Rizaldi, Adiwira Surya Susanto, Tyas Naufal Hilmy*), Pratikto WA, Mustain M **), Suwardi***)

ICZM dasar bagi pengembangan pesisir

Pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir merupakan usaha dan kinerja yang membutuhkan perencanaan dan ilmu yang matang untuk dapat mengeksekusi hal tersebut menjadi sesuatu yang baik dan bermanfaat. Wilayah pesisir memiliki banyak komponen yang harus dipertimbangkan, mulai dari kondisi sosial masyarakat, sumber daya, lingkungan fisik perairan, ancaman bencana, hingga perawatan dan pengembangan yang berkelanjutan serta ramah lingkungan. Ilmu pengelolaan wilayah pesisir tersebut dapat kita kenal dengan istilah yang dikenal di dunia internasional, yaitu Integrated Coastal Zone Management (ICZM).

ICZM memiliki dasar untuk menciptakan pengembangan wilayah pesisir dengan prinsip sustainable development dan ramah lingkungan dalam proses pengembangannya. ICZM penting bagi Indonesia yang memiliki luas wilayah lautan sebesar 3,25 juta km2 dan 2,55 juta km2 sebagai zona wilayah ekonomi ekslusif (ZEE). Indonesia juga memiliki wilayah konservasi perairan sebesar 23,14 juta hektar yang dapat dikembangkan dengan metode ICZM (KKP, 2020).

Pemerintah memiliki fungsi menentukan arah dan visi pembangunan maritim untuk negara Indonesia. Visi pembangunan ini penting untuk menentukan kebijakan serta peraturan yang mendukung pembangunan berskala panjang dan tetap memperhatikan prinsip sustainable development. Pemerintah juga memegang peranan penting untuk menciptakan peraturan-peraturan untuk mengontrol dan menjaga pemanfaatan sumber daya pesisir dari oknum yang ingin merusak dan mengeksploitasi sumber daya alam tersebut, misalnya peraturan yang telah ada dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah UU 27 Tahun 2007.

Masyarakat pesisir merupakan komponen yang bersentuhan langsung dengan wilayah pesisir. Dengan potensi hasil tangkapan laut yang besar, kondisi masyarakat pesisir di Indonesia pada umumnya berbanding terbalik. Kualitas sumber daya manusia nelayan di sebagian besar masyarakat pesisir juga masih jauh dibawah rata-rata standard yang diterapkan pemerintah, yaitu pendidikan hingga setara sekolah menengah keatas (SMA). Peralatan serta fasilitas yang dipakai juga hanya mampu untuk menangkap ikan dalam skala kecil.

Peningkatan kualitas sumber daya alam bagi masyarakat pesisir harus menjadi prioritas karena ujung tombak ekonomi kelautan ada di tangan mereka. Sesuai dengan dasar ICZM, sumber daya manusia pesisir memegang peranan penting untuk mewujudkan wilayah pesisir yang berkelanjutan.

Sinergi antara masyarakat dan pemerintah akan menjadi solusi utama untuk mewujudkan wilayah pesisir terpadu dan sejahtera. Dengan potensi kelautan Indonesia, bukan tidak mungkin bahwa masyarakat nelayan harusnya memiliki pendapatan di atas UMR dan dapat hidup sejahtera dengan bergantung pada hasil tangkapan laut. Pemerintah juga harus mengawasi dan membantu nelayan lokal dari ancaman kapal-kapal asing yang kerap kali melakukan illegal fishing di wilayah tangkapan ikan.

Selain pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut untuk mensejahterakan masyarakat pesisir, ICZM juga mempertimbangkan kerentanan bencana pesisir dalam pembangunan pesisir. Bencana tersebut bisa bersumber dari alam, non alam maupun sosial.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain kegagalan teknologi, kegagalan moderenisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan manusia meliputi konflik sosial.

Kabupaten Serang dalam bingkai bencana

Kabupaten Serang, sebagai kabupaten pesisir di Provinsi Banten, dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir sering mengalami beberapa kejadian bencana alam seperti banjir, gempa bumi, karhutla, kekeringan, angin puting beliung, dan tanah longsor, dimana bencana alam yang dominan terjadi adalah bencana angin puting beliung (https://dibi.bnpb.go.id).

Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dalam rentang tahun 2012-2022, Kabupaten Serang mengalami berbagai bencana alam sebanyak 264 kali. Bencana alam tersebut di dominasi oleh angin puting beliung sebanyak 114 kali atau 10 kali dalam setahun dan banjir sebanyak 87 kali atau 8 kali dalam setahun.

Dari dapak bencana tersebut, angka kematian berada di angka nol atau tidak ada korban meninggal pada rentang tahun 2012 sampai dengan 2022, sedangkan korban menderita mencapai angka 111.607 korban atau 10.146 korban setiap tahunnya dengan angka tertinggi mencapai 64.461 korban pada banjir ditahun 2020.

Gambar 5. Peta Kerentanan Kabupaten Serang
Angka kerusakan rumah akibat bencana alam di Kabupaten Serang dalam rentang 2012 sampai dengan 2022 adalah 1641 rumah atau 150 rumah pertahunnya, dengan angka tertinggi terjadi pada bencana angin puting beliung di tahun 2012 sebanyak 437 rumah.

Menurut data INArisk BNPB, Kabupaten Serang memiliki indeks kerentanan 0,6 sampai 1,0 berdasarkan Gambar 4. Angka tersebut merupakan angka tertinggi dalam indeks kerentanan. Menurut peta analisis kerentanan ini, kerugian fisik akibat bencana banjir dan angin puting beliung adalah Rp. 3,3 M untuk banjir dan Rp. 12,6 M untuk angin puting beliung, untuk kerugian ekonomi Rp. 2,7 M untuk banjir dan Rp. 4,8 M untuk angin puting beliung, kerugian lingkungan mencapai 209 Ha untuk banjir.

Peta Kerentanan Pesisir Kabupaten Serang

Mitigasi bencana

Berdasarkan data bencana alam yang sering terjadi di Kabupaten Serang dalam waktu sepuluh tahun terakhir maka dapat dilakukan upaya mitigasi bencana. Upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah memperlebar drainase yang ada di titik banjir, membersihkan drainase dari sampah, membangun parit-parit baru untuk daerah rawan banjir, dan penguatan struktur rumah warga dengan memperhatikan faktor keselamatan dan faktor lingkungan.

INArisk merekomendasikan kebijakan dengan prioritas tiga dan prioritas empat. Prioritas tiga sendiri adalah pengembangan sistem informasi, diklat, dan logistik yang mencakup penerapan dan peningkatan fungsi informasi kebencanaan daerah, membangun partisipasi aktif masyarakat untuk pencegahan dan kesiapsiagaan bencana di lingkungannya, dan penyusunan kajian kebutuhan peralatan dan logistik kebencanaan Daerah.

Prioritas empat adalah penanganan tematik Kawasan rawan bencana yang mencakup Pengurangan Frekuensi dan Dampak Bencana Banjir melalui Penerapan Sumur Resapan dan Biopori, Pengurangan Frekuensi dan Dampak Bencana Banjir melalui Perlindungan Daerah Tangkapan Air, dan Penegakan Hukum untuk pelanggaran penerapan IMB khususnya bangunan tahan gempabumi.

Problem dan penanganan sampah

Kabupaten Serang juga terdapat masalah lain yaitu penanganan sampah domestik. Data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Serang memperkirakan volume sampah di Kabupaten Serang dengan asumsi jumlah penduduk Kabupaten Serang sebanyak 1.524.000 jiwa, jika 1 orang menghasilkan sampah 0,5 kg per hari, maka setiap harinya diperkirakan mencapai 762 ton. Namun kuota sampah yang dapat terangkut ke TPA Cilowong baru 80 – 100 ton per hari. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Banten tahun 2015, jumlah sampah rumah tangga Kabupaten Serang mencapai 567,742 ton/hari.

Sesuai data DLH Kabupaten Serang, pengelolaan sampah yang tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah. Selain itu metode pengelolaan sampah berbeda-beda tergantung banyak hal, di antaranya tipe zat sampah, lahan yang digunakan untuk mengolah, dan ketersediaan lahan.

Pengelolaan sampah merupakan proses yang diperlukan dengan tujuan, pertama, mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis atau pemanfaatan sampah, kedua, mengolah sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup.

Proses pertama dapat dilakukan melalui pemilahan sampah yang masih memiliki nilai secara materiil untuk digunakan kembali (reuse). Sementara proses kedua dapat dilakukan antara lain dengan daur ulang (recycle), dapat dengan mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil energi dari bahan yang bisa dibakar untuk membangkitkan listrik.

DLH Kabupaten Serang saat ini menangani masalah sampah dengan memilah dahulu sampah berdasarakan jenisnya serta memisahkan sampah yang masih memiliki nilai ekonomis setelah itu dilakukan 3R yaitu Reuse, Reduce, Recycle. Untuk proses ini DLH Kabupaten Serang berencana untuk membuat SPA (stasiun peralihan antara) sampah di 4 zona (barat, utara, timur dan selatan), yaitu upaya penanganan dan pengurangan sampah, yang nantinya dalam proses pengelolaan SPA tersebut ada kegiatan pemilahan, incinerator berbasis hidro, reuse dan recycle. Saat ini baru terealisasi penyediaan lahan SPA di dua zona (Utara dan Timur).

Upaya yang tak kalah penting adalah sosialisasi dan pelatihan pemanfaatan sampah, serta pemasyarakatan pembentukan bank-bank sampah di sekolah-sekolah dan lingkungan masyarakat guna membiasakan diri memilah sampah mulai dari sumbernya, rumah dan sekolah.

  • *) Mahasiswa S1 Teknik Kelautan FTK ITS
  • **) Dosen Teknik Kelautan FTK ITS
  • ***) BPSPL Denpasar

INTEGRASI WISATA BAHARI DALAM PENGEMBANGAN PESISIR PUGER KABUPATEN JEMBER

Anggita Deva Ariyanti, Diva Rahmah Ahidah, Aldrien Kurnia Magistra, Muhammad Danu Briliant, Ahmad Faramarz Ghalizan (Teknik Kelautan FTK ITS)


Perairan pesisir sebagai daerah pertemuan darat dan laut, yang mendapat pengaruh sifat-sifat laut, seperti angin laut, pasang surut, dan intrusi air laut, serta masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, merupakan wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam yang sangat beragam yang dapat dimanfaatkan, antara lain sektor perikanan, peternakan, pertanian, dan pariwisata.

Khusus membahas sektor pariwisata, maka jasa akomodasi, transportasi, home furnishing, dan kerajinan tangan, serta jasa pemandu wisata dapat dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Optimalisasi ODTW wisata bahari melalui ICZM

Secara umum pengembangan pariwisata suatu wilayah akan lebih maksimal apabila dikembangkan dengan integrasi dalam konsep totalitas produk wisata yang saling terkait. I Gusti B.R. Utama (2013) menyebutkan bahwa komponen utama dalam integrasi pariwisata terdiri dari kedekatan ODTW (objek daya tarik wisata), aksesibilitas berupa ketersediaan jaringan jalan dan ketersediaan moda transportasi, fasilitas pendukung berupa hotel dan restoran, dan jaringan penunjang, serta kelembagaan baik dari pemerintah, pengelola, investor, maupun keterlibatan masyarakat lokal.

Pengembangan pariwisata merupakan kemampuan mengintegrasikan ODTW dengan aspek penunjangnya terutama kapabilitas pengelola dan stakeholders terkait untuk mengoptimalkan potensi wisata sehingga mampu membangun lingkungan yang nyaman untuk wisatawan ketika mereka melakukan perjalanan wisata.

Dalam rangka mengoptimalkan dampak positif serta mengelola dampak negatif yang kemungkinan dapat terjadi adalah melalui pendekatan pengelolaan pesisir terpadu (ICZM. ICZM/Integrated Coastal Zone Management) adalah suatu pendekatan yang menyeluruh yang dikenal dalam pengelolaan wilayah pesisir. ICZM merupakan suatu pedoman untuk mengelola kawasan pesisir secara terpadu. Konsep ini membutuhkan kemampuan kelembagaan untuk menangani masalah-masalah intersektoral seperti lintas disiplin ilmu, kewenangan-kewenangan dari lembaga pemerintah, dan batas-batas kelembagaan.

Pada dasarnya ICZM adalah konsep pengelolaan pesisir yang mengikutsertakan peran masyarakat, sehingga diharapkan masyarakat akan turut merasa memiliki tanggung jawab terhadap kawasan pesisir yang menjadi daerah huniannya. ICZM dan sustainable development menjadi satu kolaborasi yang sangat baik apabila dilaksanakan sesuai dengan aturannya.

Pantai Puger

Kawasan pesisir Puger adalah salah satu wilayah di Kecamatan Puger Kabupaten Jember yang terletak di wilayah pantai selatan Kabupaten Jember, berjarak kira-kira 39 km arah selatan Kota Jember. Kawasan pantai Puger mencakup dua wilayah desa yaitu Desa Puger Wetan dan Desa Puger Kulon, dengan potensi sumber daya alam yang dominan adalah perikanan laut.

Kampung Nelayan yang berada di Desa Puger Wetan berada dikawasan tepi Sungai Bedadung, sedangkan Kampung Nelayan yang berada di Desa Puger Kulon berada di kawasan tepi Sungai Besini. Kedua kampung nelayan tersebut dibatasi oleh kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Puger yang terletak di tepi muara kedua sungai tersebut menuju Samudera Indonesia.

Secara umum penduduk Puger dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penduduk asli dan penduduk pendatang (masyarakat migran). Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan, pengolah hasil perikanan, serta pedagang ikan. Angka pertumbuhan penduduk di Puger semakin meningkat terkait dengan tingkat natalitas, mortalitas, dan mobilitasnya. Dengan demikian, diperkirakan dalam beberapa tahun mendatang wilayah permukiman Puger akan semakin padat seiring dengan kebutuhan hunian di Puger.

Wisata pantai dan surfing

Pada Kawasan Pesisir Puger terdapat beberapa zona yang berpotensi dijadikan zona pariwisata khususnya wisata bahari. Terdapat beberapa pantai di sepanjang kawasan pesisir ini, antara lain Pantai Pancer, Pantai Cemara, dan Pantai Getem, yang menyuguhkan pemandangan khas pantai dan laut. Beberapa pantai ini berpotensi dijadikan zona pariwisata, terutama juga ditunjang dengan aksesnya yang terbilang cukup mudah serta dilalui oleh Jalur Lintas Selatan (JLS).

Pantai Pancer atau yang sering diketahui sebagai Pantai Puger, terletak di Desa Puger Kulon. Sesuai dengan letaknya, pantai ini merupakan pantai selatan yang ombaknya terbilang besar karena berbatasan langsung dengan samudera Hindia. Hal ini membuat pantai ini berpotensi untuk digunakan untuk surfing. Di pantai ini, banyak pemandangan-pemandangan eksotis yang dapat dilihat. Selain itu juga terdapat bangunan pemecah ombak, breakwater, yang menambah nilai plus pantai ini. Pantai ini juga dilengkapi dengan mercususar, yang juga berpotensi dijadikan pusat wisata.

Selain itu, potensi perikanan laut serta keberadaan Pelabuhan Pelelangan Ikan (PPI) Puger sebagai tempat pendaratan ikan dari berbagai wilayah penangkapan ikan yang terdapat di Kabupaten Jember, merupakan kawasan yang sangat ramai bagi pengusaha dan pedagang ikan dari luar daerah, serta destinasi menarik penghobi kuliner ikan laut serta memancing.

Ritual Larung Sesaji

Keunikan budaya berupa adat istiadat juga masih berlaku pada masyarakat di Kawasan Pesisir Puger, yaitu Upacara Petik Laut/Larung Sesaji. Tujuan Petik Laut dilakukan adalah sebagai bentuk rasa syukur dari masyarakat atas berkah ikan yang didapat dalam kurun waktu satu tahun, serta sebagai bentuk permohonan agar dijauhkan dari marabahaya dari laut. Awal ritual Petik Laut/Larung Sesaji adalah menghantar sesajen yang biasanya dibuat oleh sesepuh desa/tokoh desa dan dibawa ke Balai Desa untuk didoakan oleh seluruh masyarakat Desa setempat.

Sesajen utama biasanya menggunakan kepala kambing atau kepala sapi. Sesajen lainnya adalah tumpeng, patung penganten, ayam putih, dan makanan-makanan lain yang umum dimakan oleh masyarakat nelayan kelas bangsawan dengan harapan agar masyarakat semuanya bisa menikmati makanan yang serupa dikemudian hari. Sesajen ini kemudian diletakkan di dalam perahu kecil yang nantinya akan dilarung.

Peningkatan SDM wisata bahari

Upaya pengembangan kawasan Pesisir Puger salah satunya berupa peningkatan kualitas sumber saya manusia. Keterampilan merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Keterampilan yang perlu ditingkatkan adalah keterampilan yang mendukung potensi wisata seperti membuat pigura dan tirai dari rumah keong, produksi olahan hasil laut, dan lainnya. Maka dari itu, pihak perangkat desa harus dapat bekerja sama dengan pihak pemerintah pusat, swasta, dan akademisi dalam membuat acara-acara pelatihan yang menarik minat warga sehingga mereka lebih termotivasi untuk meningkatkan keterampilan.

Integrasi ODTW dalam ICZM

Kedekatan geografis antar obyek wisata merupakan komponen utama dalam melakukan integrasi pariwisata dan juga batas dasar spasial dalam integrasi pariwisata. Komponen utama dalam integrasi pariwisata salah satunya adalah ketersediaan jalan penghubung disertai dengan moda transportasinya. Selain itu, keterjangkauan moda transportasi penghubung juga merupakan aspek yang harus diperhatikan dalam integrasi pariwisata. Hal yang perlu diperhatikan dari ketersediaan moda transportasi publik adalah kesamaan jalurnya, sehingga aksesibilitas antar obyek wisata akan lebih mudah.

Aspek lain yang dianggap berpengaruh dalam pembentukan integrasi pariwisata adalah sarana wisata. Contohnya seperti ketersediaan fasilitas pendukung, fasilitas akomodasi dan entertainment. Selain ketersediaan fasilitas pendukung, diperlukan keterpaduan antar fasilitas tersebut untuk membentuk integrasi pariwisata yang kohesif.

Selanjutnya, aspek non-fisik (intangible) yang diperlukan dalam integrasi pariwisata adalah pengelolaan. Pengelolaan tersebut berupa integrasi antara pengelola obyek wisata dengan travel agen, dan perlu melibatkan masyarakat lokal sebagai bentuk integrasi pada aspek pengelolaan. Keterpaduan tidak hanya antar dua pihak, namun juga harus menyangkut seluruh stakeholders terkait, yaitu pemerintah, pengelola, investor, dan masyakarat lokal.

ICZM dalam integrasi wisata bahari Pantai Puger

Dari seluruh penjelasan diatas, konsep ICZM berfungsi dalam membantu pengintegrasian wisata Pantai Puger dengan semua kebutuhan fasilitas yang diperlukan dalam pengembangan daerah wisata tersebut.

Dengan menerapkan konsep ICZM, maka terdapat faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan pariwisata terintegrasi di Kawasan Wisata Puger, Kabupaten Jember diantaranya adalah faktor kedekatan daya tarik wisata, keberagaman daya tarik budaya, keberagaman daya tarik wisata alam, pusat informasi, jalan menuju pbyek wisata, moda transportasi menuju obyek wisata, jalan penghubung, sarana transportasi penghubung, rambu-rambu penunjuk jalan, peran masyarakat, peran pemerintah, peran swasta, promosi dan publikan, serta kebijakan.

KAMPUNG LAUT BONTANG KUALA MENUJU SMART MARINE ECO TOURISM

Elang Setia Pratama, Dedy Rizaldy, Adiwira Surya Susanto, Tyas Naufal Hilmy (Teknik Kelautan FTK ITS)

Indonesia merupakan negara dengan potensi dan sumber daya alam laut yang melimpah, di mana luas wilayah perairannya mencapai 3,257 juta km2 sesuai dengan yang tertera pada United Nation on the Law of the Sea ( UNCLOS ). Potensi perairan yang besar ini dapat mendukung program Blue Economy, sebuah program yang dicanangkan oleh World Bank untuk mendukung pemanfaatan sumber daya alam laut di berbagai sektor, seperti pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan pekerjaan dengan tetap memperhatikan kesinambungan dan menjaga keasrian ekosistem laut.

Blue Economy

Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ( Bappenas ), Indonesia sendiri sudah menyiapkan rancangan pengembangan ekonomi di daerah- daerah pesisir yang sesuai dengan prinsip Blue Economy. Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi pemanfaatan perairan yang besar sehingga dapat mendukung tujuan Blue Economy adalah Kampung Laut Bontang Kuala. Daerah ini terletak di wilayah timur Kota Bontang dan berada di pesisir barat perairan Selat Makassar. Dengan jumlah penduduk sebanyak 4.823 jiwa dan luas wilayah sebesar 585 Ha, Kampung Laut Bontang Kuala menyimpan dan menyajikan keindahan alam berupa hamparan laut dan ombak yang luas, serta menjadi tujuan wisata lokal maupun mancanegara. Tidak hanya itu, daerah ini juga dijadikan sebagai tempat konservasi mangrove dan tumbuhan laut lainnya.

Kampung Laut Bontang berpotensi dikembangkan menjadi Marine Eco Tourism dan dilengkapi dengan teknologi penghasil energi bertenaga ombak dan arus laut sehingga pemanfaatan dan pengembangan daerahnya sesuai dengan prinsip Blue Economy, yaitu pemanfaatan sumber daya alam perairan yang berkesinambungan.

Wisata Bahari Kampung Laut Bontang Kuala

Kampung Laut Bontang Kuala merupakan kawasan wisata bahari dengan berbagai fasilitas yang menunjang turis lokal maupun mancanegara untuk menikmati keindahan perkampungan di atas laut yang juga pemandangan ombak laut itu sendiri. Tempat wisata ini memiliki komoditas unggulan di bidang perikanan, seperti udang, kepiting, ikan kerapu, dan perikanan lainnya. Hasil dari perikanan yang ditangkap oleh nelayan setempat dapat langsung diperjual belikan dan diolah langsung untuk diminati oleh turis sehingga memberikan pengalaman menikmatin sajian laut yang segar dan langsung dari nelayannya.

Selain itu, Kampung Laut Bontang Kuala juga menyajikan keindahan alam lainnya seperti hutan mangrove dan terumbu karang yang berada di sekitar kawasan Kampung Laut Bontang Kuala. Turis dapat menikmati pemandangan laut dan hamparan hutan mangrove serta terumbu karang yang luas.

Pemandangan laut Kampung Laut Bontang Kuala


Ritual Adat Pesta Laut Mencera Buluh

Kampung Laut Bontang Kuala juga menawarkan pengalaman menyaksikan kehidupan khas nelayan suku Bugis dengan berbagai tradisi dan budaya yang masih kental. Pengunjung dapat menikmati perayaan pesta laut yang diadakan tiap akhir tahun oleh nelayan lokal. Pesta laut ini merupakan pesta adat yang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur terhadap Yang Maha Kuasa atas hasil yang didapatkan saat melaut. Pesta Laut ini rutin diselenggarakan di pertengahan bulan November hingga Desember dengan berbagai susunan acara dan ritual adat.

Salah satu yang terkenal adalah ritual adat Mencera Buluh atau diartikan dalam bahasa Indonesia adalah menjamu kampung. Tujuan ritual adat ini adalah untuk memberitahu dan menghormati roh penjaga perairan kampung Bontang Kuala dengan meletakkan darah ayam kampung dan pembuatan singgasana dari rotan dan janur kuning yang diikat dan dianyam. Selanjutnya adalah Melabuh Perahu, sebuah ritual adat di mana sebuah perahu kecil dilabuhkan sambil diiringi oleh musik tradisional masyarakat sekitar, seperti gendang dan gelintangan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menjauhkan penyakit dan musibah dari masyarakat Kampung Laut Bontang Kuala.

Pesta Laut ini masih kental pada masyarakat sekitar Kampung Laut Bontang Kuala dan terus dijalankan hingga saat ini sebagai bentuk upaya untuk melestarikan warisan budaya Indonesia. Turis juga dapat mengikuti kegiatan upacara yang dilakukan saat pesta laut bersama masyarakat sekitar. Terdapat juga perlombaan yang diadakan seperti balap kapal, lomba mendayung, dan panjang pinang sehingga dapat menarik perhatian turis, terutama mancanegara.

Smart Eco Tourism

Potensi yang ada pada Kampung Laut Bontang Kuala dapat disempurnakan sesuai dengan penerapan Integrated Coastal Zone Management (ICZM ) sehingga dapat mewujudkan salah satu penerapan Blue Economy, yaitu Smart Marine Eco Tourism. Penerapan ini dapat diwujudkan dengan pengimplementasian teknologi penghasil listrik dari energi laut.

Pembangkit energi terbaharukan yang optimal untuk kawasan Kampung Laut Bontang Kuala adalah Oscillating Water Column ( OCW ) dan turbin angin karena gelombang laut dan kecepatan angin yang cukup kencang di daerahnya. Implementasi kedua pembangkit listrik tersebut dapat menunjang kebutuhan listrik masyarakat sekitar dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada dan hasil energi listriknya dapat langsung disalurkan ke rumah warga. OCW dapat diletakkan di tiang pancang rumah warga dan turbin angin dapat diletakkan di daerah sekitar pesisir yang memiliki kecepatan angin yang paling kuat. Hasil energi dari OCW dapat digunakan untuk kebutuhan listrik perumahan warga dan hasil listrik dari turbin angin dapat digunakan untuk menyalakan lampu jalan dan fasilitas umum.

ICZM DALAM PENGEMBANGAN WISATA BAHARI BERKELANJUTAN DI NUSA PENIDA

Haarits Rayhan, Muhammad Anugerah Pragnyono, Dion Presetyo Sondakh, Selly Nurul Hikmayanti, Nurul Karunia (Teknik Kelautan FTK ITS)

Indonesia merupakan negara yang memiliki 16.771 pulau, dengan letak yang berbeda-beda setiap pulau ini maka akan berbeda pula kondisi alam yang ada. Selain itu Indonesia juga merupakan negara yang tergolong rawan terhadap kejadian bencana alam, hal tersebut dikarenakan letak geografis Indonesia yang berlokasi di antara dua samudera besar dan terletak di wilayah lempeng tektonik. Akibatnya Indonesia juga masuk dalam wilayah cincin api (ring of fire), yang berarti Indonesia rawan terkena gempa bumi dan dapat menimbulkan tsunami.

Dengan banyaknya pulau yang dimiliki Indonesia, maka pastinya banyak wilayah pulau dan peisisir yang dapat dimanfaatkan, namun diperlukan pengelolaan yang tepat untuk pemanfaatan wilayah pesisir ini agar tidak menjadi bencana bagi masyarakat setempat.

Salah satu wilayah yang dapat dikelola oleh pemerintah serta memiliki daya tarik yang cukup memikat pengunjung adalah Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, yang merupakan kepulauan yang berada di Selatan Bali yang memiliki banyak kekayaan alam. Kecamatan Nusa Penida memiliki tiga pulau utama yaitu Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan yang semuanya dikelilingi oleh terumbu karang tepi (fringing reef) dengan luas 1600 hektar.

Kecamatan Nusa Penida terdiri dari tiga kepulauan yaitu pulau Nusa Penida, Pulau Lembongan dan Pulau Ceningan, terdiri dari 16 Desa Dinas, Dengan Jumlah Penduduk 46,749 Jiwa (8.543 KK). Pulau Nusa Penida bisa ditempuh dari empat tempat yaitu lewat Benoa dengan menumpang Quiksilver/Balihai ditempuh +1 jam perjalanan.

Secara umum kondisi Topografi Nusa Penida tergolong landai sampai berbukit. Desa – desa pesisir di sepanjang pantai bagian utara berupa lahan datar dengan kemiringan 0 – 3 % dari ketinggian lahan 0 – 268 m dpl. Seeta semakin ke selatan kemiringan lerengnya semakin bergelombang.

Pesona Alam Nusa Penida

Di Nusa Penida terdapat 230,07 hektar hutan mangrove yang mayoritas berada di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Berdasarkan hasil survey dan identifikasi mangrove kerjasama antara TNC Indonesia Marine Program dan Balai Pengelolaan Hutan Mangrove wilayah I pada bulan Februari 2010 di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan, terdapat 13 jenis mangrove dan 7 jenis tumbuhan asosiasi. Selain itu juga dijumpai 5 jenis burung air dan 25 jenis burung darat yang dijumpai di sekitar hutan mangrove.

Hutan mangrove di Nusa Lembongan

Selain itu terdapat pula Padang Lamun, Padang Lamun di Nusa Penida seluas 108 hektar. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh TNC dan Universitas Udayana dijumpai sekitar 8 jenis lamun di Nusa Penida. Mayoritas Padang Lamun tumbuh di perairan dangkal dan berasosiasi dengan budidaya rumput laut. Rumput laut merupakan salah satu andalan produksi perikanan bagi masyarakat Nusa Penida, khususnya untuk jenis euchema spinossum.

Kawasan budidaya rumput laut di area lamun pesisir Nusa Lembongan

Ekosistem lainnya adalah terumbu karang. Hasil pemetaan terumbu karang yang dilakukan oleh TNC dengan menggunakan data satelit dari sumber Damaris (Citra Satelit) dan ground truth check di 13 titik, menunjukan luas total terumbu karang Nusa Penida adalah sekitar 1.419 hektar.

Di Nusa Penida juga dijumpai ikan Mola mola (Sunfish) yang menjadi icon bawah laut Nusa Penida, bahkan pulau Bali. Ikan Mola mola ini memiliki ukuran rata-rata 2 meter dan muncul di perairan Nusa Penida sekitar bulan Juli – September untuk membersihkan dirinya dari berbagai parasit dengan bantuan ikan-ikan karang, sekaligus berjemur untuk mendapatkan sinar matahari guna menyesuaikan suhu tubuh dikarenakan berada di perairan dalam cukup lama. Terdapat beberapa lokasi “cleaning station” ikan Mola mola di perairan Nusa Penida.

Selain Ikan Mola mola, juga ditemukan 576 jenis ikan di perairan Nusa Penida dimana diantaranya spesies baru yang belum pernah dijumpai dimanapun di dunia. Antara lain, Pari, Penyu, Dugong (Duyung), Lumba-Lumba dan Paus. (Kajian Ekologi Laut secara cepat – Rapid Ecology Assesment (REA) pada tahun 2008 oleh Gerry Allen dan Mark Erdmann).

Wisata Bahari Nusa Penida

Kekayaan hayati laut Nusa Penida diatas membawa banyak manfaat bagi masyarakat terutama dari sektor pariwisata bahari, perikanan dan perlindungan pantai. Terumbu karang yang cantik, ikan pari manta dan Mola mola menjadi atraksi favorit bagi pariwisata bahari di Nusa Penida. Terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun juga merupakan rumah, tempat berkembang-biak, mencari makan dan berlindung bagi ikan-ikan dan biota laut lainnya. Disisi lain, terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun adalah pelindung pantai alami dari gempuran ombak sehingga pantai tidak terabrasi.

ICZM dalam pengembangan wisata bahari

Pengelolaan wilayah pulau Nusa Penida sebagai kawasan ekowisata bahari merupakan suatu komponen yang harus dilakukan guna menjaga agar kawasan tersebut dapat terjaga ekosistemnya . Sehingga perlu dilakukan perencanaan yang matang. Untuk wilayah pesisir metode yang dapat digunakan yaitu ICZM (integrated coastal zone management) yang merupakan suatu pendekatan yang komprehensif yang dikenal dalam pengelolaan wilayah pesisir, berupa kebijakan yang terdiri dari kerangka kelembagaan dan kewenangan hukum yang diperlukan dalam pembangunan dan perencanaan pengelolaan untuk kawasan pesisir yang terpadu dengan tujuan lingkungan hidup dan melibatkan seluruh sektor yang terkait.

Tujuan dari ICZM adalah untuk memaksimalkan potensi keuntungan yang diperoleh dari kawasan pesisir dan meminimalkan dampak negatif dalam pengelolaan kawasan pesisir, baik pada sumber daya alam maupun terhadap lingkungan hidup.

Salah satu upaya yang cukup efektif untuk mengatasi ancaman terhadap sumberdaya hayati laut yaitu dengan pembentukan Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Dalam pengelolaan kawasa konservasi perairan ini sangat diperlukan dukungan masyarakat, termasuk integrasi hukum adat yang dipertegas oleh para tokoh masyarakat agar dapat menjadi sebuah mental block dengan harapan tidak melakukan kerusakan pada lingkungan di pesisir dan laut daerah Nusa Penida.

Kawasan Konservasi Nusa Penida

Selain itu dalam pengelolaan wilayah Nusa Penida juga mempertimbangkan risiko bencana yang kemungkinan terjadi, karwna wilayah ini dilalui Ring Of Fire.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif/kerusakan yang mungkin terjadi dari bahaya yang mungkin terjadi, misalnya tsunami, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menanam mangrove secara massive disepanjang pantai Nusa Penida. Pengaturan moratorium dan konservasi hutan mangrove sangat berguna sebagai mitigasi bencana, karena mangrove akan mampu mengurangi dampak terjangan tsunami ke daratan dan pemukiman penduduk, dan fasilitas publik dalam menunjang wisata bahari yang telah dibangun, seperti dermaga dan resort yang telah diinvestasikan di wilayah Nusa Penida.

DAMPAK RING OF FIRE PADA PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BANTUL DIY

Mevlevi Haydar As Shafa, Gede Manik Aryadatta Narendra,Zein Afandi, I Putu Crisna Putra Ardhika, Athif Izza Maula (Teknik Kelautan FTK ITS)

Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak pada zona gugusan
gunung berapi atau Ring Of Fire, zona ini memberikan pengaruh besar terhadap gempa, yaitu hampir 90% dari kejadian gempa di bumi dan semuanya merupakan gempa dengan skala
yang besar di dunia (Kramer, 1996). Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang sangat rawan bencana terutama gempa bumi baik itu secara tektonik maupun vulkanis.
Gempa bumi juga dapat menimbulkan bencana lain salah satunya yang paling besar adalah tsunami. Gempa bumi bila disertai tsunami dapat menjadi bencana yang besar dan mematikan (Prasetya dkk., 2006).

Di kawasan wilayah Indonesia terdapat beberapa lokasi yang termasuk daerah rawan gelombang tsunami secara alamiah yaitu pada wilayah pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal tersebut disebabkan karena di daerah tersebut merupakan tempat bertemunya Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia (Cahanar, 2005).

Di Pulau Jawa, Kabupaten Bantul yang menjadi sorotan untuk dilakukannya perlindungan terhadap gelombang tsunami dikarenakan daerah tersebut masuk ke dalam zona cincin api
(Ring of Fire) (Harahap, 1999).

Ancaman Bencana dan Potensi Wisata Pesisir Bantul

Kabupaten Bantul merupakan salah satu wilayah administrasi di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Jawa tengah yang secara spesifik berada di bagian selatan Pulau Jawa. Kondisi
geografis yang berada di jalur selatan Pulau Jawa dengan pergerakan lempeng yang cukup impulsif dan berada persis di hamparan Samudera Hindia menjadikan Bantul sebagai daerah yang rawan akan gelombang tsunami.

Di luar kondisi tersebut, hamparan laut yang begitu indah menjadikan Bantul pusat wisata
yang menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara untuk mengunjungi
daerah tersebut. Hal tersebut menjadi alasan perlu adanya analisa dalam menentukan potensi
ancaman gelombang tsunami di daerah tersebut.

Di pesisir Kabupaten Bantul terdapat kawasan wisata pantai selatan yang terkenal akan
keindahannya. Pantai selatan Bantul membentang sepanjang kurang lebih 13 kilometer dari Pantai Parangtritis sampai Pantai Baru, deretan pantai tersebut terkenal akan pasir hitam dan keindahan sunset yang sangat indah dengan Pohon Cemara di sekitar area bibir pantai.

Pemandangan salah satu sisi pesisir Kabupaten Bantul

Rindangnya pepohonan yang tumbuh berjejer di tepi pantai tersebut, menjadikan suasana di
lokasi ini sejuk dan tidak panas ketika siang hari. Hal tersebut dimanfaatkan wisatawan untuk sekedar duduk diatas tikar sembari menikmati keindahan laut, serta menikmati sejuknya hembusan angin di bawah pohon cemara.

Selain itu keberadaan ribuan kincir angin sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH)
di sisi barat pantai menjadi manget bagi lokasi terebut menarik minat wisatawan untuk datang
baik sekedar penasaran maupun menambah pengetahuan. Pemandu wisata juga telah disediakan untuk para wisatawan yang ingin merasakan wisata pendidikan untuk mengetahui
lebih dalam tentang PLTH terbesar di Indonesia ini.

Kerawanan Gelombang Tsunami Pesisir Bantul

Dibalik keindahan panorama di pesisir Bantul yang menawan, terdapat ancaman bahaya yang
cukup serius. Hal ini dikarenakan lokasi Kabupaten bantul yang berada kawasan Ring of Fire dengan pergerakan lempeng tektonik cukup aktif di wilayah selatan Pulau Jawa yaitu
bertemunya lempeng Indo – Australia dan lempeng Eurasia. Dampak dari pergerakan aktif
lempeng tersebut akan mengakibatkan gempa tektonik dan memungkinkan terjadinya tunami apabila terdapat gempa tektonik dengan skala besar.

Besar kecilnya kerawanan gelombang tsunami tergantung pada besarnya ketinggian gelombang tsunami, keadaan topografi pantai dan daratan.

Beberapa parameter yang mempengaruhi kerawanan gelombang tsunami di pesisir Bantul meliputi elevasi daratan, slope, jarak dari garis pantai, dan jarak sungai.

Wilayah pantai selatan yang memiliki elevasi rendah membuat tingkat kerawanan gelombang
tsunami di daerah ini lebih tinggi ditambah keberadaan aliran sungai menyebabkan gelombang tsunami dapat menggerus apapun yang dilaluinya. Tinggi rendahnya elevasi suatu
wilayah tersebut mempengaruhi tingkat kerawanan terhadap gelombang tsunami yang terjadi.

Gelombang tsunami memiliki sifat merusak, sehingga dalam penataan ruang harus memiliki
kawasan penyangga. Penentuan wilayah dari garis pantai merupakan parameter yang cukup
penting. Oleh karena itu, dalam suatu analisis kerawanan gelombang tsunami perlu menentukan jarak dari garis pantai. Semakin pendek jarak dengan pantai mengindikasikan
rendahnya kerawanan terhadap gelombang tsunami, begitu sebaliknya.

Daerah pesisir Bantul memiliki jarak sungai yang berjauhan. Letak sungai yang berdekatan
satu sama lain menyebabkan limpasan gelombang tsunami ke daratan akan menimbulkan kerusakan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan adanya akumulasi energi gelombang tsunami dan massa air. Oleh karena itu, apabila ingin membangun bangunan untuk kepentingan perumahan, perindustrian, maupun perekonomian, sebaiknya dilakukan pada daerah yang berjarak < 250 m dari sungai yang bertujuan untuk meminimalisir kerugian yang cukup tinggi.

ICZM sebagai Konsep Mitigasi Bencana

Menyadari potensi bencana alam gampa bumi dan tsunami di wilayah pesisir Bantul dan untuk mengurangi dampak bencana di masa depan, hal ini diperlukan upaya mitigasi bencana yang lebih komprehensif baik melalui pendekatan non – struktural maupun melalui pendekatan struktural. Upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan konsep Integrated Coastal Zone Management (ICZM).

Dengan konsep ICZM, penyelenggaraan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil tidak terlepas dari aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat, kelestarian lingkungan hidup, kemanfaatan dan efektivitas, serta lingkup luas wilayah. Sehingga upaya mitigasi bencana akan menguntungkan dari segi lingkungan dan juga masyarakat.

Strategi atau upaya mitigasi bencana alam gempa bumi dan tsunami dengan penerapan konsep ICZM yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat pesisir Kabupaten Bantul antara lain adalah upaya mereduksi dampak negatif jika terjadi bencana gempa bumi yaitu mikrozoning analisis kerawanan dan analisa resiko. Pengkajian mikrozoning dapat meliputi kajian tentang karakteristik bencana, frekuensi, waktu dan periode berlangsungnya bencana. Hasil kajian berupa data dan informasi potensi kebencanaan nantinya dipakai dalam melakukan analisis kerawanan dan resiko di wilayah pesisir Kabupaten Bantul.

Analisis kerawanan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi mana saja yang rawan, sekaligus memberikan skenario penanggulangan apabila terjadi bencana. Sedangkan analisa resiko
bencana bertujuan untuk memberikan informasi yang rinci dan jelas tentang karakteristik bencana serta resiko yang akan dihadapi. Dengan mengetahui dua hal tersebut, aparat maupun masyarakat dapat melakukan langkah-langkah perencanaan dan kesiapsiagaan yang efisien dan efektif.

Strategi mitigasi bencana lainnya adalah upaya mereduksi dampak tsunami, yaitu dapat dilakukan melalui penyediaan sistem peringatan dini (early warning system) yang secara cepat mampu membaca kenaikan gelombang laut tiba-tiba yang disebabkan oleh gempa bumi. Upaya lainnya yang bisa dilakukan adalah penggunaan bangunan peredam tsunami seperti dike (tanggul)
atau breakwater (pemecah ombak).

Strategi mitigasi bencana lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan kebijakan rumah penduduk harus memiliki struktur kuat sehingga tahan terhadap guncangan gempa dan tsunami serta arah orientasi bangunan tegak lurus dengan garis pantai sehingga sejajar dengan arah perambatan gelombang tsunami.

Konsep ICZM dalam pengelolaan wilayah pesisir berbasis mitigasi bencana pada dasarnya bertujuan untuk mendayagunakan potensi pesisir dan laut untuk meningkatkan kontribusi terhadap
pembangunan ekonomi nasional, kesejahteraan pelaku pembangunan kelautan khususnya, dan untuk tetap menjaga kelestarian sumber daya kelautan khususnya sumber daya alam serta dapat meminimalisir adanya kerugian harta benda maupun nyawa manusia jika terjadi bencana pesisir.