Tag Archives: kkp

ROKHMIN DAHURI DORONG JAWA TENGAH KEMBANGKAN EKONOMI KELAUTAN

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, yang juga Ketua Umum Masyarakat Aquakultur Indonesia, Prof Rokhmin Dahuri mengajak pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan agar mendorong peningkatkan kontribusi sektor unggulan untuk pembangunan ekonomi kelautan (marine economy).

Adapun sektor unggulan tersebut adalah perikanan tangkap, perikanan budidaya, peningkatan hasil ikan dan produksi garam.

Hal tersebut disampaikan Rokhmin Dahuri, yang saat ini juga masih menjadi Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan. ketika menjadi narasumber Rapat Koordinasi Kabupaten/Kota oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah di Semarang, Senin (15/11/2021).

“Ekonomi Kelautan adalah kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, dan kegiatan ekonomi di darat (lahan atas)  yang menggunakan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan untuk menghasilkan barang dan jasa (goods and services) yang dibutuhkan umat manusia,” katanya.

Dari sub sektor perikanan tangkap, Rokhmin menyebut laut Jawa Tengah memiliki Potensi Sumber Daya Ikan (SDI) laut mencapai 1.873.530 ton/tahun yang terdiri dari Laut Jawa 796.640 ton/tahun  dan Samudera Hindia: 1.076.890 ton/tahun.

“Pada 2020 tingkat pemanfaatan potensi tersebut sebesar 16% atau sekitar 301,484 ton dengan rincian produksi wilayah Laut Jawa 243.232 ton (90,05%) dan Produksi wilayah Samudera Hindia 26.881 ton (9,95%),” ujarnya.

Sedangkan untuk perairan umum darat (PUD), berdasarkan data DKP Jawa Tengah tahun 2017 Potensi SDI PUD Jateng sebesar 22.826,15 ton/tahun. “Pada 2020, tingkat pemanfaatan potensi tersebut telah 87 persen,” terangnya.

Sementara itu untuk perikanan budidaya, Rokhmin Dahuri yang juga Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) tersebut menyebut total potensi lahan Jateng sebesar 676.399,08 Ha, dimana tingkat pemanfaatan hingga 2017 baru 9,01% dengan dominan dari jenis budidaya Air Payau/Tambak.

“Produksi perikanan budidaya jateng sebagian besar produksi perikanan budidaya Jateng berasal dari Budidaya Air Tawar (53-59%) sebesar 511,489 ton pada tahun 2020,” ungkapnya.

Adapun produksi garam provinsi Jawa Tengah merupakan terbesar ke-2 di Indonesia (32%). Jateng merupakan provinsi dengan jumlah petambak garam terbanyak di Indonesia (37%).

Untuk medorong sektor unggulan tersebut menjadi penggerak ekonomi daerah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, menurut Ketua DPP PDIP Bidang Kemaritiman itu dibutuhkan program dan kebijakan diantaranya; Pertama, optimalisasi dan industrialisasi perikanan tangkap.  

Kedua, Revitalisasi, ekstensifika, dan diversifikasi usaha perikanan budidaya. Ketiga, revitalisasi dan pengembangan industri pengolahan ikan. Keempat, Peningkatan produksi industri bioteknologi dan jasa kelautan. Kelima, Peningkatan kualitas, food safety, dan daya saing produk Kelautan dan Perikanan.

Pemerintah juga didorong untuk peningkatan pemasaran di dalam negeri dan ekspor, Pengelolaan SDI dan lingkungan, Pengawasan pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan (SDKP), penelitian dan pengembangan serta peningkatan kapasitas SDM serta Infrastruktur dan sarana.

Rokhmin Dahuri yang saat ini menjabat Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan itu menegaskan bahwa pembangunan sektor kelautan perikanan dikatakan berhasil jika pertama, peningkatan produktivitas, produksi & daya saing hingga RI jadi Nomor Satu Dunia, sesuai Potensi Produksi Lestari.

Kedua, Nelayan, Pembudidaya & Stakeholders lain sejahtera. Ketiga, Kontribusi ekonomi meningkat:  PDB, ekspor, pajak, PNBP, PAD, dan lapangan kerja. Keempat, Status gizi dan Kesehatan rakyat membaik. Kelima KoofIsien Gini atau kesenjangan sosial kurang dari 0,3 dan keenam Ramah lingkungan serta  berkelanjutan.

(berita ini telah tayang di monitor.co.id)

INVENSI DAN INOVASI RISET KUNCI MEWUJUDKAN PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG BERDAYA SAING

Invensi dan inovasi menjadi kata kunci dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berdaya saing, maju, sejahtera dan berdaulat.

“Invensi menghasilkan ide atau konsep baru, lalu inovasi mengubah konsep baru itu menjadi komersial atau penggunaan lebih luas” demikian disampaikan Prof Rokhmin Dahuri dalam acara FGD “Integrasi Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan dalam rangka Percepatan Riset dan Inovasi Kelautan dan Perikanan Indonesia” yang diadakan BRSDM –Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta, Senin (13/7).

Sektor kelautan dan perikanan sebagai suporting utama untuk ketahanan pangan, mutlak membutuhkan riset-riset yang inovatif. Inovasi ini harus mencerminkan 3 hal pokok: pertama, layak secara teknis (technological readiness); kedua, sesuai dengan kebutuhan konsumen (market raediness); dan ketiga, layak secara ekonomis (economic readiness).

Dijelaskan lebih lanjut oleh Guru Besar IPB yang saat ini diminta sebagai Koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan, bahwa inovasi riset yang inovatif untuk pembangunan kelautan dan perikanan sangat dibutuhkan di subsektor perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri penanganan dan pengolahan, industri bioteknologi perairan, teknologi industri 4.0, serta jasa dan SDA kelautan non konvensional.

Pertama, sub sektor perikanan tangkap diantaranya adalah:

  1. Teknik (metode) pendugaan stok dalam ekosistem laut multispecies dan multigears untuk unit luasan wilayah perairan: WPP, wilayah perairan Provinsi, Kabupaten/Kota, atau unit ekosistem alamiah. Ini sangat penting untuk menetapkan laju (intensitas) penangkapan ikan yang lestari (sustainable) di era otoda.
  2. Pengembangan alat penangkapan ikan (fishing gears) yang produktif, efisien dan sekaligus ramah lingkungan.
  3. Pengembangan kapal ikan yang cepat, efisien, dan ramah lingkungan (menggunakan energi surya, hidrogen, dll).
  4. Pengembangan alat bantu penangkapan ikan (seperti fish finders, peta lokasi ikan, FAD, dan ecosounder) supaya usaha penangkapan ikan mampu diubah dari yang sifatnya ‘hunting’ menjadi ‘harvesting’.
  5. Pengembangan fishing technology (fishing gears and fishing vessels) yang adaptif terhadap Perubahan Iklim Global.
  6. Pengembangan teknologi Good Handling Practices ikan hasil tangkap selama di kapal hingga ke lokasi pendaratan ikan (pelabuhan perikanan).
  7. Pengembangan model manajemen perikanan tangkap baru yang lebih sesuai dengan kondisi biofisik dan sosekbud Indonesia, seperti: CBM, Co-Management, Marine Protected Area, atau kombinasi model manajemen yang tersedia.
  8. Pengembangan teknik rehabilitasi ekosistem perairan tawar, pesisir, dan laut yang telah rusak.
  9. Pengembangan teknik restocking dan stock enhancement yang lebih baik.
  10. Pengembangan teknologi perikanan laut dalam (deep-sea fisheries) dan perikanan laut lepas (ocean-going fisheries).

Kedua, subsektor perikanan budidaya, diantaranya adalah:

  1. Pengembangan spesies-spesies baru yang dapat dibudidayakan (domestikasi) untuk di perairan laut, payau, tawar, dan akuarium. Ini sangat penting, sebab sebagai negara dengan aquatic biodiversity tertinggi di dunia, Indonesia baru mampu membudidayakan sekitar 25 spesies. Sedangkan, China telah membudidayakan lebih dari 100 spesies (Sumantadinata, 2010).
  2. Pengembangan teknologi offshore aquaculture dan deep sea aquaculture.
  3. Pengembangan induk dan benih unggul: SPF, SPR, cepat tumbuh, rasa lezat, adaptif terhadap Perubahan Iklim Global.
  4. Pengembangan pakan berkualitas yang murah, seperti dengan menggunakan microalgae, magot, trashed fishdan by-catch (sekitar 25% dari total catch), dll.
  5. Pengembangan teknologi pemberian pakan yang lebih efisien dan murah, seperti automatic feeder, dll.
  6. Pengembangan teknologi pengendalian hama dan penyakit, seperti memproduksi vaksin, obat-obatan, biological control, Integrated Pest Management, dll.
  7. Pengembangan teknologi pembesaran (rearing) yang lebih produktif, efisien, dan sustainable: tambak udang biocerte, multitrophic-based aquaculture, probiotic, tambak udang supra intensif, dll.
  8. Pengembangan teknologi pond engineering: design dan layout kolam, material dan konstruksi KJA, design dan konstruksi akuarium.
  9. Pengembangan teknologi dan prosedur biosecurity.

Ketiga, industri penanganan dan pengolahan, mencakup:

  1. Penyempurnaan hasil-hasil olahan produk perikanan (end product) yang telah ada.
  2. Pengembangan hasil olahan baru (product development).
  3. Pengembangan produk non-pangan, seperti: farmasi, kosmetik, pupuk, kertas, biofuel, dll.
  4. Pengembangan teknologi kemasan (packaging) dan penyajian.
  5. Pengembangan teknologi transportasi, cold chain system, dan sistem logistik perikanan nasional.

Keempat, industri bioteknolgi perairan, diantaranya:

  1. Bio-prospecting dan Ekstraksi senyawa bioaktif (bioactivesubstances) dari biota perairanuntuk bahan baku industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetika, pupuk, kertas, campuran logam untuk pesawat terbang, film, dan beragam industri lainnya
  2. Manufakturing (produksi) berbagai macam produk industri diatas dari senyawa bioaktif yang terkandung dalam biota perairan.
  3. Produksi biofuel darimicro algae, macro algae, dan biota perairan lainnya.
  4. Rekayasa genetik (genetic engineering) untuk menghasilkan bibit dan benih unggul dari ikan, hewan, tanaman, dan organisme perairan lainnya. Dan, untuk merekayasa (engineered) tanaman-tanaman terestrial (seperti padi, jagung, kedelai, dan tebu) dapat dibudidayakan (cultivated) di habitat perairan, khususnya rawa pasang surut dan laut.
  5. Rekayasa genetik mikroba(bakteri), sehingga mampu melumat (menetralkan) ekosistem yang dilanda pencemaran (environmental bioremediation).

Kelima, revolusi industri 4.0, diantaranya:

  1. sistem informasi daerah penangkapan ikan real time dan mudah diakses oleh nelayan
  2. sistem informasi tempat pelelangan ikan produksi dan harga real time
  3. sistem digital platform untuk pelaku usaha perikanan dari tempat pelelangan, rantai logistik hingga konsumen.
  4. pemilihan lokasi untuk akuakultur terbaik dengan dengan aplikasi drone, big data, dan IoT.
  5. memproduksi induk dan benih/larva berkualitas tinggi: SPF (Specific Patogen Free), SPR (Specific Patogen Resistance), cepat tumbuh, dan rasanya enak melalui bioteknologi (DNA sequencing and recombinant), nanoteknologi, big data, AI, dan IoT .
  6. produksi pakan berkualitas dan teknik/metode pemberian pakan yang efektif pada organisme budidaya (ikan, udang, moluska, dll.) Seperti AQ1 automatic feeder dengan umpan balik akustik.
  7. monitoring, kontrol, dan pengawasan kualitas air dan tanah (manajemen) melalui drone, robot, big data, dan IoT.
  8. pengendalian hama dan penyakit melalui bioteknologi (bioremediasi), nanoteknologi, drone, dan IoT.
  9. rekayasa akuakultur (desain, tata letak, dan konstruksi kolam, jaring keramba, dan media/wadah akuakultur lainnya) melalui new materials, nanotechnology, 3-D printing, and cloud computing (smart and precision).
  10. biosecurity melalui drone, robot, big data, cloud computing, dan IoT.
  11. sistem pengolahan dan manajemen rantai pasok perikanan
  12. sistem monitoring operasi cold storage dan syok ikan secara real time

Keenam, riset inovasi bidang jasa dan SDA kelautan non konvensional, diantaranya:

  1. Garam: (1) peningkatan produktivitas dan produksi, (2) peningkatan kualitas, (3) sistem logistik, dan (4) manajemen rantai pasok terpadu.
  2. Pulau-pulau kecil: (1) assessment potensi dan kendala pembangunan, (2) valuasi ekonomi, dan (3) model investasi dan bisnis.
  3. Deep sea capture fisheries (perikanan tangkap laut dalam).
  4. Offshore and deep-sea aquaculture.
  5. Energi kelautan: passut, gelombang, arus, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion).
  6. SDA dan JASLING non-konvensional kelautan.

Dengan penguatan riset inovasi pada ke-6 bidang sektor diatas, Insya Allah misi mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia bukan hanya angan-angan.

KKP REKOMENDASIKAN 159 KAWASAN KONSERVASI UNTUK RESTOKING LOBSTER

Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini dalam pengelolaan lobster dengan upaya memajukan budidaya, telah disambut oleh masyarakat.

KKP yang mewajbkan pembudidaya untuk merestoking 2 % dari hasil panen kini telah memulai menyiapkan aturan teknisnya.

Diantaranya dengan mengatur ukuran minimal hasil panen yang akan direstocking yaitu sekurang-kurangnya 50 gram. Hal ini sebagaimana diatur dalam Kepdirjen Perikanan Budidaya Nomor 178/2020.

Untuk keberlangsungan hidup lobster yang direstoking pun diatur persyaratan lokasi, yaitu:

  1. tidak dipengaruhi oleh aliran air tawar dan aliran lain dari daratan, terlindung dari angin kencang dan ombak besar, dengan substrat dasar adalah pasir atau pasir berlumpur;
  2. memiliki persyaratan fisik-kimiawi perairan paling sedikit meliputi perairan jernih atau kecerahan air lebih dari 3 m, kedalaman air minimal 5-10 m, salinitas 30-35 ppt, suhu perairan 26-29ºC, pH 7,3-8,3, dan Oksigen terlarut antara 4-7 mg/L;
  3. ketersediaan pakan alami sesuai ukuran lobster;
  4. memiliki shelter alami berupa rumput laut atau lamun atau coral hidup;
  5. bebas dari gangguan predator;
  6. keterjangkauan letak habitat dari daratan untuk memudahkan mobilisasi lobster yang akan dilepasliarkan

Cara pelepasliarannya pun dilakukan untuk meminimalkan mortalitas, yaitu dilakukan dengan menggunakan pipa dua tali yang dimasukan dalam air. Pada saat pipa menyentuh dasar laut maka satu tali pipa dilepas.

Dalam menyiapkan kegiatan restocking lobster lobster, KKP telah menetapkan lokasi restocking hanya di dalam kawasan konservasi perairan, selain lokasi tempat penangkapan benih itu sendiri.

Informasi yang beredar, kawasan konsevasi perairan yang direkomendasikan oleh Ditjen Pengelolaan Ruang Laut tersebut sebanyak 159 lokasi yang tersebar di 31 propinsi. Selain itu juga tetap dipersyarakat kriteria habitat alami lobster di dalam kawasan konservasi, diantaranya kedalaman 5-10 m, cukup jauh dari muara sungai besar, dan terdapat shelter alami untuk tempat hidup dan berlindung dan mencari makan berupa terumbu karang atau lamun atau rumput laut.

Daftar Kawasan Konservasi Perairan tersebut adalah sebagai berikut:

I. Provinsi NAD

  1. Kota Sabang: KKPD Pesisir Timur Pulau Weh
  2. Aceh Jaya: KKPD Aceh Jaya
  3. Aceh Besar: KKPD Aceh Besar
  4. Simeulue: KKPD Pulau Pinang, Siumat dan Simanaha (Pisisi)
  5. Aceh Selatan: KKPD Aceh Selatan
  6. Aceh Tamiang: KKPD Aceh Tamiang
  7. Aceh Barat Daya: KKPD Aceh Barat Daya
    II. Provinsi Sumatera Utara
  8. Nias Utara: KKPD Sawo Lahewa
  9. Tapanuli Tengah: KKPD Tapanuli Tengah
  10. Nias Selatan: KKPD Nias Selatan
  11. Serdang Bedagai: KKPD Serdang Bedagai
    III. Provinsi Sumatera Barat
  12. Padang Pariaman: KKPN TWP Pulau Pieh
  13. Kepulauan Mentawai: KKPD Selat Bunga Laut
  14. Pesisir Selatan: KKPD Pesisir Selatan
  15. Pariaman: KKPD Kota Pariaman
  16. Padang Pariaman: KKPD Batang Gasan
  17. Kota Padang: KKPD Kota Padang
  18. Agam: KKPD Agam
  19. Pasaman Barat: KKPD Jorong Maligi
    IV. Provinsi Riau
  20. Bengkalis: KKPD Suaka Perikanan Ikan Terubuk
  21. Bengkalis: KKPD Rupat Utara
  22. Indragiri Hilir: KKPD Solop
  23. Rokan Hilir: KKPD Kepulauan Aruah
    V. Provinsi Bengkulu
  24. Kaur: KKPD Kaur
  25. Mukomuko: KKPD Mukomuko
  26. Bengkulu Utara: KKPD Enggano
    VI. Provinsi Lampung
  27. Tanggamus: KKPD Taman Wisata Perairan Teluk Kiluan
  28. Lampung Barat: KKPD Ngambur dan Betuah
  29. Lampung Timur: KKPD Batang Segama
    VII. Provinsi Bangka Belitung
  30. Belitung Timur: KKPD Taman Wisata Perairan Gugusan Pulau-Pulau Momparang
  31. Belitung: KKPD Belitung
  32. Bangka Selatan: KKPD Bangka Selatan
  33. Bangka Tengah: KKPD Bangka Tengah
  34. Bangka: KKPD Suaka Perikanan Tuing
  35. Bangka Barat: KKPD Bangka Barat
    VIII. Provinsi Kepulauan Riau
  36. Anambas: KKPN Taman Wisata Kepualauan Anambas
  37. Bintan: KKPD Bintan
  38. Batam: KKPD Batam
  39. Natuna: KKPD Natuna
  40. Lingga: KKPD Lingga
    IX. Provinsi Banten
  41. Serang: KKM HMAS Perth
  42. Pandeglang: KKPD Pandeglang
    X. Provinsi Jawa Barat
  43. Sukabumi: KKPD Pantai Penyu Pangumbahan
  44. Indramayu: KKPD Pulau Biawak
  45. Pangandaran: KKPD Pangandaran
    XI. Provinsi Jawa Tengah
  46. Batang: KKPD Ujungnegoro – Roban
  47. Tegal: KKPD Karang Jeruk
  48. Jepara: KKPD Pulau Panjang
    XII. Provinsi DIY
  49. Gunungkidul KKPD Gunungkidul
  50. Bantul KKPD Bantul
    XIII. Provinsi Jawa Timur
  51. Probolinggo: KKPD Gili Ketapang
  52. Pasuruan: KKPD Pasuruan
  53. Sumenep: KKPD Sumenep
  54. Sidoarjo: KKPD Sidoarjo
  55. Situbondo: KKPD Situbondo
  56. Banyuwangi: KKPD Banyuwangi
  57. Tulungagung: KKPD Tulungagung
    XIV. Provinsi Bali
  58. Klungkung: KKPD Nusa Penida
  59. Badung, Denpasar: KKM Teluk Benoa
  60. Buleleng: KKPD Buleleng
  61. Jembrana: KKPD Jembrana
  62. Karangasem: KKPD Karangasem
    XV. Provinsi Nusa Tenggara Barat
  63. Lombok Utara: KKPN TWP Gili Matra
  64. Lombok Timur: KKPD Gili Sulat dan Lawang
  65. Lombok Barat: KKPD Gita Nada
  66. Lombok Tengah: KKPD Teluk Bumbang
  67. Sumbawa Barat: KKPD Gili Balu
  68. Sumbawa Barat: Sumbawa KKPD Tatar Sepang-Lunyuk
  69. Sumbawa: KKPD Kabete
  70. Sumbawa: KKPD Pulau Liang dan Pulau Ngali
  71. Sumbawa: KKPD Pulau Lipan dan Pulau Rakit
  72. Dompu: KKPD Teluk Cempi
  73. Bima: KKPD Gili Banta
    XVI. Provinsi Nusa Tenggara Timur
  74. Kupang, Timor Tengah Selatan, Manggarai, Manggarai Barat, Rote Ndao, Sabu Raijua, Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba Barat Daya: KKPN TNP Laut Sawu
  75. Alor: KKPD Selat Pantar
  76. Flores Timur: KKPD Flores Timur
  77. Sikka: KKPD Sikka
  78. Lembata: KKPD Lembata
    XVII. Provinsi Kalimantan Barat
  79. Bengkayang: KKPD Pulau Randayan
  80. Sambas: KKPD Paloh
  81. Kubu Raya, Kayong Utara: KKPD Kubu Raya dan Kayong Utara
  82. Ketapang: KKPD Kendawangan
    XVIII. Provinsi Kalimantan Tengah
  83. Kotawaringin Barat: KKPD Senggora Sepagar
    XIX. Provinsi Kalimantan Selatan
  84. Kotabaru: KKPD Kotabaru
  85. Tanah Bumbu: KKPD Tanah Bumbu
    XX. Provinsi Kalimantan Timur
  86. Berau: KKPD Kepulauan Derawan
  87. Bontang: KKPD Bontang
    XXI. Provinsi Kalimantan Utara
  88. Nunukan: KKPD Tanjung Cantik dan Sinelak
  89. Nunukan: KKPD Sebatik Barat
    XXII. Provinsi Sulawesi Utara
  90. Kepulauan Sangihe: KKPD Tatoareng
  91. Kepulauan Sitaro: KKPD Kepulauan Sitaro
  92. Kota Bitung: KKPD Bitung
  93. Minahasa: KKPD Minahasa
  94. Minahasa Utara: KKPD Minahasa Utara
  95. Minahasa Selatan: KKPD Minahasa Selatan
    XXIII. Provinsi Gorontalo
  96. Boalemo: KKPD Monduli
  97. Bone Bolango KKPD Botubarani
  98. Bone Bolango: KKPD Olele
  99. Gorontalo: KKPD Biluhu Timur
  100. Gorontalo Utara: KKPD Popaya
  101. Gorontalo Utara: KKPD Pulau Mohinggito
  102. Gorontalo Utara: KKPD Sumalata
  103. Gorontalo Utara: KKPD Tolinggula
  104. Pohuwato: KKPD Dulangka
  105. Pohuwato: KKPD Mabsar-Maruangi
  106. Pohuwato: KKPD Maruangi-Mabasar
  107. Pohuwato: KKPD Tanjung Panjang
    XXIV. Provinsi Sulawesi Tengah
  108. Banggai, Banggai Kepulauan, Banggai Laut: KKPD Banggai Dalaka
  109. Parigi Moutong, Poso, Tojo Una-Una: KKPD Parigi Moutong, Poso, Tojo Una-Una
  110. Morowali, Morowali Utara: KKPD Morowali, Morowali Utara
  111. Donggala, Buol, Toli-Toli: KKPD Doboto
    XXV. Provinsi Sulawesi Barat
  112. Majene: KKPD Majene
  113. Polewali Mandar: KKPD Polewali Mandar
  114. Mamuju: KKPD Mamuju
    XXVI. Provinsi Sulawesi Selatan
  115. Pangkajene Kepulauan: KKPN TWP Kapoposang
  116. Pangkajene Kepulauan: KKPD Liukang Tupabiring
  117. Pangkajene Kepulauan: KKPD Liukang Tangaya
  118. Selayar: KKPD Pulo Pasi Gusung
  119. Selayar: KKPD Pulo Kauna Kayuadi
  120. Luwu Utara: KKPD Luwu Utara
  121. Barru: KKPD Barru
  122. Bone, Sinjai: KKPD Bone Bagian Selatan
    XXVII. Provinsi Sulawesi Tenggara
  123. Bombana KKPD Bombana
  124. Buton KKPD Buton
  125. Buton Selatan KKPD Buton Selatan
  126. Buton Tengah KKPD Buton Tengah
  127. Konawe Kepulauan KKPD Konawe Kepulauan
  128. Kolaka KKPD Kolaka
  129. Kolaka Utara KKPD Kolaka Utara
  130. Kota Kendari, Konawe, dan
    Konawe Selatan KKPD Provinsi Sultra
  131. Muna KKPD Muna
  132. Muna Barat KKPD Selat Tiworo
    XXVIII. Provinsi Maluku Utara
  133. Halmahera Selatan KKPD Kepulauan Guraici
  134. Halmahera Selatan KKPD Kepulauan Widi
  135. Halmahera Selatan KKPD Pulau Makian
  136. Halmahera Tengah KKPD Pulau Jiew
  137. Pulau Morotai KKPD Pulau Rao-Tanjung Dehegila
  138. Kota Tidore Kepulauan KKPD Pulau Mare
  139. Kepulauan Sula KKPD Kepulauan Sula
    XXIX. Provinsi Maluku
  140. Maluku Tengah: KKPN TWP Taman Laut Banda
  141. Kepulauan Aru KKPN SAP Kepulauan Aru Tenggara
  142. Maluku Tenggara: KKPD Pulau Kei Kecil
  143. Seram Bagian Timur: KKPD P. Koon, P. Gorogos, P. Nukus, P. Neden
  144. Kepulauan Tanimbar: KKPD Kepulauan Tanimbar
  145. Maluku Tengah: KKPD Kepulauan Lease
  146. Maluku Tengah: KKPD Pulau Ay-Pulau Rhun
  147. Maluku Tengah: KKPD Seram Utara Barat
  148. Kota Tual: KKPD Pulau Baeer
  149. Kota Tual: KKPD Pulau Kur, Tayando, Tam
    XXX. Provinsi Papua Barat
  150. Raja Ampat: KKPN SAP Kepulauan Raja Ampat
  151. Raja Ampat: KKPN Kepulauan Waigeo Sebelah Barat
  152. Raja Ampat: KKPD TWP Kepulauan Raja Ampat
  153. Raja Ampat: KKPD Kepulauan Fam
  154. Kaimana: Kawasan Konservasi Laut Kaimana
  155. Tambrauw: KKPD Tambrauw
  156. Fakfak: KKPD Teluk Berau-Teluk Nusalasi-Van Den Bosch
  157. Sorong Selatan: KKPD Seribu Satu Sungai Teo Enobikia
    XXXI. Provinsi Papua
  158. Biak Numfor: KKPN TWP Pulau Padaido
  159. Biak Numfor: KKPD Biak Numfor

PERMENKP 12/2020: MENYEIMBANGKAN KEBERLANJUTAN SDI DAN NILAI TAMBAH EKONOMI BUDIDAYA LOBSTER

Upaya pengelolaan lobster yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini tengah menjadi perbincangan hangat, khususnya ekspor benih lobster yang tengah menjadi polemik.

Jika kita mengupas lebih dalam Permen KP 12/2020 tersebut, secara substansi dasar pertimbangan diterbitkannya aturan tersebut adalah sangat jelas, “untuk menjaga keberlanjutan ketersediaan sumber daya perikanan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, kesetaraan teknologi budidaya, pengembangan investasi, peningkatan devisa negara, serta pengembangan pembudidayaan lobster”.

Sebelum diskusi ekspor benih lobster, permen ini pertama-tama mengatur ukuran/kondisi lobster yang tidak boleh ditangkap dan diekspor dalam kondisi bertelur; yang terlihat pada abdomen luar dan ukuran panjang karapas >6 cm atau berat >150 gram per ekor untuk lobster pasir (panulirus homarus) dan >8 cm atau berat >200 gram per ekor untuk lobster jenis lainnya. Jelas ini bagian dari upaya konservasi indukan lobster.

Kedua, permen ini juga mengatur ketentuan penangkapan benih lobster atau lobster muda untuk kegiatan budidaya dalam negeri, dengan syarat yang ketat, misalnya kuota dan lokasi penangkapan, ketentuan nelayan dan alat tangkap ramah lingkungan, ketentuan lokasi budidaya, hingga kewajiban restocking 2% dari hasil panen. Hal ini juga menyiratkan keberpihakan budidaya dalam negeri dengan pertimbangan konservasi.

Ketiga, terkait ekpsor benih lobster juga diatur ketat, diantaranya melalui sistem kuota dan lokasi penangkapan, harus melaksanakan budidaya di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat atau pembudidaya setempat, serta sudah dapat panen secara berkelanjutan dan telah restocking hasil sebanyak 2%.

Terkait kuota penangkapan benih lobster tahun 2020 telah ditetapkan total 139.475.000 ekor yang terbagi dalam 11 WPPRI. Selanjutanya kuota ini yang nanti akan diatur untuk budidaya dan sisanya untuk ekspor. Berdasarkan informasi, kuota ekspor benih lobster ditetapkan hanya 30% dan sisanya 70% untuk budidaya dalam negeri.

Informasi dari sumber terpercaya menyebut angka target kapasitas budidaya nasional untuk menampung benih lobster nasional adalah 0,3 juta ekor benih lobster per tahun. Harapannya dengan teknologi budidaya yang semakin maju, dalam 3 tahun kedepan Indonesia sudah stop ekspor benih lobster.

WIDI PRATIKTO: KESELARASAN REGULASI – PUSAT – PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DALAM PENINGKATAN INVESTASI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN

Surabaya, 1 Juli 2020

Departemen Teknik Kelautan, Fakultas  Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember sukses menyelenggarakan Ocean Engineering Webinar Series yang pertama dengan tema “Keselarasan Regulasi-Pusat-Provinsi dan Kabupaten Kota dalam Peningkatan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan”.

Webinar ini digagas oleh Professor Widi Agus Pratikto, guru besar ITS yang pernah menjabat Sekjen KKP di era Menteri KP Fredy Numberi.

Dalam pandangan Pratikto, aspek pesisir dan laut bukan saja masalah investasi dan ekonomi, namun Sustainability of Integrated Coastal Zone Management (ICZM), bencana  dan resiko, dan keselarasan .  Tradisi kehidupan  dan praktek implementasi masyarakat kelautan dan perikanan  memiliki jaringan dan sahabat pemangku pusat, provinsi dan kabupaten/kota perlu ditingkatkan keselarasannya dalam  meningkatkan investasi dan produktivitas.

Adanya  UU Nomor 23 Tahun 2014  saat ini perizinan pemanfaatan ruang laut yang ada di provinsi, merupakan  suatu tantangan dimana   semua patut bersinergi dan bekerja sama  sehingga operasionalisasi, keharmonisan dan keselarasan bisa ditingkatkan.

Untuk mengupas tuntas pemikiran diatas, webinar ini telah menghadirkan narasumber pada bidangnya, yaitu Dr Aryo Hangono (Dithen PRL KKP), Ir.Suharyanto MSc. (Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP), Iwan Kurniawan, S.T. MM (Direktur SUPD II Kemendagri, Dr. Ir. Sri Yanti JS, MPM (Direktur Kelautan dan Perikanan BAPPENAS), Uke Muhammad Hussein, S.Si, MPP (Direktur Tata Ruang dan Pertanahan BAPPENAS), Dr. Ir. Irwandi Idris, M.Si (Ketua HAPPI  Nasional), Ir. Ferrianto Hadi Setiawan Djais, MMA. (Konsultan Zonasi dan Tata Ruang Laut KKP), Prof. Ir.Daniel M.Rosyid,Ph.D MRINA Guru Besar ITS (Ketua HAPPI  Jawa Timur), Ir. M. Gunawan Saleh, MM. (Kepala DKP Prov. Jawa Timur), Dedy Isfandi, A.Pi, MT. (Kepala DKP Kab. Probolinggo).

Acara diskusi yang difasilitasi oleh Prof Dietriech G Bengen ini cukup efektif dan mampu menggugah pemikiran baik penanggap maupun peserta dengan banyaknya pertanyaan melalui online chat.

Dalam sesi closing webinar ini, tersemat harapan bahwa dalam skenario operasional dari Provinsi ke Kabupaten-Kota, sangat diperlukan peningkatan  Kapasitas  SDM di level propinsi khususnya Jawa Timur  dan  tentunya propinsi di  seluruh  Indonesia, agar keselarasan perijinan, pengendalian dan keberlanjutan investasi dan pemanfaatan sumberdaya laut dapat terus meningkat dan berdaya saing.