Tag Archives: Ipo

SAATNYA RAKSASA DIGITAL EXIT MELALUI IPO, SAATNYA KITA HARUS MANDIRI DENGAN PLATFORM DIGITAL MODEL KITA SENDIRI (Bagian 2)

Agus Maksum, Pokja Ekonomi MUTU

Setelah kita menyadari ternyata bahwa pasar kita dikuasai dan didistorsi oleh startup Digital Asing berbaju nasionalis.

Lalu Bagaiamanakah kita mempersiapkan diri menghadapi strategi exit para pemain raksasa digital, bila memang mereka exit, setelah mengambil untung dari IPO.

Jawabnya adalah Kita Harus Ciptakan Platform Digital 4.0 yang loyalitas usernya bukan dari bakar uang, tapi dari putaran bisnis jual beli dan jasa,(wa aḥallallāhul-bai’a wa ḥarramar-ribā) *platform digital yang keuntungan diperoleh dengan jual beli yang halal

StartUp Digital yang user engagement/loyalitas usernya didrive dari gerakan sosial yang kita gerakkan dengan dakwah, untuk kembali pada sistem perdagangan jual beli yang normal & halal, sehingga tercipta sebuah gerakan ekonomi dalam masyarakat dan umat, gerakan ekonomi yang dibangun dari ikatan komunitas dari ikatan ukhuwah saling membutuhkan saling memenuhi dari, oleh dan untuk kita, bukan dari cara instan bakar uang yang berpotensi menimbulkan matinya usaha kecil serta bubble ekonomi.

Kita harus Membangun Kesadaran masyarakat untuk membangun Gerakan Ekonomi Komunitas dengan Tekonologi Digital 4.0 dan menciptakan Platform Digital 4.0 untuk menjadikan gerakan itu berjalan.

Umat islam dengan jumlah 230 juta yang tersebar dalam berbagai komunitas seperti pondok pesantren, sekolah islam, masjid, jamaáh pengajian, jamaah dzikir, yasinan menjadi modal sosial yang sangat kuat untuk memulai Gerakan Ekonomi ini.

Kita bisa mulai dengan pemberdayaan di setiap komunitas, sebab setiap komunitas pasti ada leader yang bisa menggerakkan untuk membuat gerakan ini, sehebat apapun produk korporat, dia butuh market/pasar, pasar adalah anggota komunitas.

Bila anggota komunitas saling berkomitmen untuk saling memenuhi kebutuhan antar anggota melalui platform digital dalam komunitas, maka saling memenuhi kebutuhan anggota komunitas bisa menjadi energi pengikat untuk kemandirian komunitas pada kebutuhan mendasar misalnya sembako dan kebutuhan sehari-hari : beras,gula,minyak, telur, ikan asin, daging, sabun cuci, kacang goreng, bumbu dapur, camilan dan produk rumah tangga lainnya.

Membangun kesadaran Ekonomi komunitas bisa kita mulai dari komunitas-komunitas yg ada misalnya pondok pesantren, sekolah islam masjid dan jamaáh-jamaáh pengajian.

Komunitas itu sudah ada dan setiap komunitas punya modal dasar adanya leadership yang kuat untuk dibangun kesadaran serta kemandirian dimulai dari kebutuhan sembako dan kebutuhan sehari-sehari.

Bila masing-masing leader membangun kesadaran collectif dalam lingkup community di wilayahnya untuk bisa saling memenuhi kebutuhan antar anggota komunitas, maka itu sudah menjadi pengganti bakar-bakar uang untuk masing-masing anggota untuk loyal menggunakan platform digital yang dipakai dan dimiliki oleh masing-masing Komunitas.

Produk kebutuhan rumah tangga kita sehari-hari, sangat bisa diisi dipenuhi dan didominasi oleh produk rumahan industri skala rumah tangga, seperti misalnya sabun cuci, sabun mandi, resep bumbu-bumbu dapur yang sehat, hasil racikan sendiri dengan packing yang proper untuk didelivery, camilan dan makanan ringan seperti kacang goreng , kacang telur dan camilan sehat lainnya, semua itu adalah produk rumahan yg putaran bisnisnya cukup besar, setiap anggota community bisa punya produk yang bisa dengan mudah tersedia di marketplace lokal (pasar lokal) community.

Dengan platform aplikasi model itulah kita bisa membuat anggota komunitas saling terhubung untuk saling jual dan beli dan bisa dipesan antar anggota community secara mudah, melalui aplikasi milik komunitas.

Bapak Ibu sudah menjadi sunnatullah masing-masing individu punya skill dan bakat dan keahlian yang berbeda-beda.

Perbedaan skill keahlian masing-masing orang anggota komunitas dalam memproduksi barang akan menimbulkan perbedaan kebutuhan utk saling memenuhi dengan anggota komunitas lainnya, terjadilah proses transaksi tukar menukar yang di sebut jual beli, jual beli dengan di bangun kesadaran bersama untuk saling memenuhi kebutuhan sesama anggota Community inilah yang kita maksud sebagai Gerakan Ekonomi.

Dan inilah yang perlu kita siapkan sebagai buffer atau pengganti bila para raksasa digital telah habis masa bakar uangnya, maka jangan sampai kehidupan kita, kehidupan umat Islam tercekik oleh layanan yang awalnya murah banyak discount menjadi layanan yang mencekik dan menjerat kita, kita mesti belajar dari para driver Gojek yang awalnya mendapatkan subsidi dari bakar uang menjadi sekarang harus setor pada perusahaan Aplikasi dari setiap jasa antar jemputnya.

Platform Aplikasi seperti apa yang bisa dimiliki oleh masing-masing komunitas untuk bisa mewujudkan Gerakan Ekonomi tersebut ?

Bersambung..

SAATNYA RAKSASA DIGITAL EXIT MELALUI IPO, SAATNYA KITA HARUS MANDIRI DENGAN PLATFORM DIGITAL MODEL KITA SENDIRI

Agus Maksum, Pokja Ekonomi Musyawarah Ulama dan Tokoh Umat (MUTU)

Dalam rangka mensosalisasikan hasil kajian Pokja Ekonomi Musyawarah Ulama dan Tokoh Umat (MUTU) kami kirimkan tulisan singkat ini secara bersambung untuk dijadikan bahan renungan dan pemahaman, juga memahamkan umat dan masyarakat terahadap situasi yang terkait dengan Ekonomi Keuangan dan Teknologi Digital.

Era Industri Digital 4.0 telah menjadi lifestyle kita, baik tua (kaum baby boomers) maupun mudanya (kaum milenial) apalagi generasi Z yang lahir setelah tahun 2000 an.

Bahkan trend ini segera akan menciptakan sebuah masyarakat yang di sebut society 5.0, sebuah masyarakat yang kehidupannya sangat bergantung pada teknologi digital.

Sementara sebenarnya Industri 4.0 yang sekarang kita nikmati ini masih pada fase semu yang menipu

Ekonomi d drive oleh perusahaan StartUp Digital raksasa, namun perusahaan tersebut masih dalam masa bakar uang, masih belum mendapatkan profit.

Artinya besarnya perusahaan-perusahaan raksasa Digital tersebut masih ditopang oleh masuknya uang dari Investor untuk dibakar mempertahankan user bukan dari profit.

Ketika mereka akan sampai pada strategi exitnya maka menjadi pertanyaan apakah mereka masih akan eksis, apakah mereka masih akan memberikan discount, harga murah, free ongkir dan berbagai kemudahan lainnya, atau justru mereka akan terjebak pada layanan yang menjadi mahal dan mencekik karena mereka harus mengembalikan uang trilyunan rupiah yang dibakar.

Berita terakhir yang kita baca misalnya Gojek Decacorn dengan valuasi 140 T merger dengan Tokopedia valuasi 100T, setelah merger mereka segera akan IPO dengan target memperoleh uang 580 T dari pasar modal,
Sangat mudah dibaca bahwa investor akan mencari untung dari profitaki di saham, bukan dari profit putaran bisnis.

Saya khawatir target IPO 580 T adalah strategi exit para mafia investor untuk mengembalikan uang yang telah di bakar dari dua raksasa digital Gojek dan Tokopedia sebanyak 240T yang telah meluluh lantakkan bisnis UKM kita.

Uang yang dibakar sebanyak 240 T itulah yang telah menjadi narkoba yang menjadikan kelompok milenial addict/ kecanduan berbagai layanan Gojek dan Tokopedia mulai dari cashback, discount, harga murah, iklan gratis, free ongkir dll dan itu semua memakan uang untuk di bakar 240 T,startup yang seperti inilah yang dibanggakan oleh negara dengan sebutan DECACORN.

Lalu dari mana investor balik modal, mereka merger menjadi GOTO lalu segera akan IPO di bursa saham dan mentarget penjualan saham 580T

Kalau itu tercapai maka investor akan mendapatkan untung 340 T dari IPO.

Sementara valuasi perusahaan digital adalah jumlah user, loyalitas user tergantung pada discount, free ongkir, cashback, subsisdi dll selama discount dan harga murah serta free ongkir masih ada user akan pakai aplikasi itu, tapi begitu hilang maka mereka segera aka berpindah ke lain aplikasi, sebagaimana user BBM berpindah ke WhatsApp lalu user BBM habis dan bangkrutlah persahaan RIM pemilik BBM, se-labil itulah user pelanggan Aplikasi, karena sesungguhnya mereka bukah butuh tapi dimanja oleh berbagai layanan murah mudah praktis tapi layanan itu di biayayai oleh para mafia Investor dengan bakar uang.

Pertanyaan besarnya, apakah keuntungan 340 T dari IPO akankah di bakar lagi untuk mempertahankan user yang menjadi valuasi perusahaan ?
Silakan di pikir sendiri …?
Bukankah ini potensial menjadi Buble Ekonomi seperti di peringatkan oleh Menteri Keuangan kita Ibu Sri Mulyani, Digital Power Concentration akan mengarah pada Buble ekonomi yang siap memicu krisis ekonomi.

Lalu Bagaimana kita mempersiapkan diri menghadapi strategi exit para pemain raksasa digital, bila memang mereka exit.

Bersambung…