Tag Archives: Garam

ROKHMIN DAHURI DORONG JAWA TENGAH KEMBANGKAN EKONOMI KELAUTAN

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, yang juga Ketua Umum Masyarakat Aquakultur Indonesia, Prof Rokhmin Dahuri mengajak pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan agar mendorong peningkatkan kontribusi sektor unggulan untuk pembangunan ekonomi kelautan (marine economy).

Adapun sektor unggulan tersebut adalah perikanan tangkap, perikanan budidaya, peningkatan hasil ikan dan produksi garam.

Hal tersebut disampaikan Rokhmin Dahuri, yang saat ini juga masih menjadi Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan. ketika menjadi narasumber Rapat Koordinasi Kabupaten/Kota oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah di Semarang, Senin (15/11/2021).

“Ekonomi Kelautan adalah kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, dan kegiatan ekonomi di darat (lahan atas)  yang menggunakan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan untuk menghasilkan barang dan jasa (goods and services) yang dibutuhkan umat manusia,” katanya.

Dari sub sektor perikanan tangkap, Rokhmin menyebut laut Jawa Tengah memiliki Potensi Sumber Daya Ikan (SDI) laut mencapai 1.873.530 ton/tahun yang terdiri dari Laut Jawa 796.640 ton/tahun  dan Samudera Hindia: 1.076.890 ton/tahun.

“Pada 2020 tingkat pemanfaatan potensi tersebut sebesar 16% atau sekitar 301,484 ton dengan rincian produksi wilayah Laut Jawa 243.232 ton (90,05%) dan Produksi wilayah Samudera Hindia 26.881 ton (9,95%),” ujarnya.

Sedangkan untuk perairan umum darat (PUD), berdasarkan data DKP Jawa Tengah tahun 2017 Potensi SDI PUD Jateng sebesar 22.826,15 ton/tahun. “Pada 2020, tingkat pemanfaatan potensi tersebut telah 87 persen,” terangnya.

Sementara itu untuk perikanan budidaya, Rokhmin Dahuri yang juga Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) tersebut menyebut total potensi lahan Jateng sebesar 676.399,08 Ha, dimana tingkat pemanfaatan hingga 2017 baru 9,01% dengan dominan dari jenis budidaya Air Payau/Tambak.

“Produksi perikanan budidaya jateng sebagian besar produksi perikanan budidaya Jateng berasal dari Budidaya Air Tawar (53-59%) sebesar 511,489 ton pada tahun 2020,” ungkapnya.

Adapun produksi garam provinsi Jawa Tengah merupakan terbesar ke-2 di Indonesia (32%). Jateng merupakan provinsi dengan jumlah petambak garam terbanyak di Indonesia (37%).

Untuk medorong sektor unggulan tersebut menjadi penggerak ekonomi daerah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, menurut Ketua DPP PDIP Bidang Kemaritiman itu dibutuhkan program dan kebijakan diantaranya; Pertama, optimalisasi dan industrialisasi perikanan tangkap.  

Kedua, Revitalisasi, ekstensifika, dan diversifikasi usaha perikanan budidaya. Ketiga, revitalisasi dan pengembangan industri pengolahan ikan. Keempat, Peningkatan produksi industri bioteknologi dan jasa kelautan. Kelima, Peningkatan kualitas, food safety, dan daya saing produk Kelautan dan Perikanan.

Pemerintah juga didorong untuk peningkatan pemasaran di dalam negeri dan ekspor, Pengelolaan SDI dan lingkungan, Pengawasan pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan (SDKP), penelitian dan pengembangan serta peningkatan kapasitas SDM serta Infrastruktur dan sarana.

Rokhmin Dahuri yang saat ini menjabat Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan itu menegaskan bahwa pembangunan sektor kelautan perikanan dikatakan berhasil jika pertama, peningkatan produktivitas, produksi & daya saing hingga RI jadi Nomor Satu Dunia, sesuai Potensi Produksi Lestari.

Kedua, Nelayan, Pembudidaya & Stakeholders lain sejahtera. Ketiga, Kontribusi ekonomi meningkat:  PDB, ekspor, pajak, PNBP, PAD, dan lapangan kerja. Keempat, Status gizi dan Kesehatan rakyat membaik. Kelima KoofIsien Gini atau kesenjangan sosial kurang dari 0,3 dan keenam Ramah lingkungan serta  berkelanjutan.

(berita ini telah tayang di monitor.co.id)

Pahitnya Garam Petambak, Manisnya Garam Impor

Indramayu – Sebanyak 8.600 ton garam hingga kini masih tersimpan di sejumlah gudang di Kabupaten Indramayu.  Padahal tahun sebelumnya, tidak ada petambak yang memiliki stok garam di gudang seperti saat ini.

Kepala Bidang Perikanan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, Edi Umaedi, menjelaskan ribuan ton garam itu belum terjual di Kabupaten Indramayu. “Garam tersebut tersimpan di sejumlah gudang milik petambak garam,” katanya, Kamis, 11 Juli 2019.

Di bulan yang sama tahun sebelumnya, kata Edi, petambak tidak memiliki stok garam di gudang mereka. “Karena perusahaan-perusahaan besar biasanya sudah melakukan penyerapan garam dari petambak,” ucapnya.

Edi mengaku hingga kini belum mengetahui mengapa perusahaan-perusahaan besar tersebut belum menyerap garam lokal yang ada di Indramayu. “Kami juga terus berupaya agar stok garam yang ada saat ini bisa segera dilepas,” katanya. Ia berharap pekan depan, garam-garam tersebut bisa segera terserap.

Akibat stok berlebih itu, harga garam saat ini turun drastis atau berada di kisaran Rp 300 hingga Rp 400 per kilogramnya. Dengan harga tersebut, menurut Edi sangat sulit bagi petambak garam untuk mengambil keuntungan.

“Karena mereka juga harus mengeluarkan ongkos distribusi garam sebelum dijual,” kata Edi. Petambak garam baru bisa bernafas lega jika harga garam berada di atas Rp 500 per kilogram. “Lebih bagus lagi kalau harganya Rp 1.000 ke atas,” ucapnya.

Edi menjelaskan, pemerintah tidak menutup mata terkait anjloknya harga garam petambak. Bantuan demi bantuan juga tela mereka salurkan kepada petambak garam dengan maksud untuk meningkatkan kualitas produksi garam mereka.

Bahkan, menurut Edi, hasilnya sudah bisa terlihat. “Dulu, satu hektare lahan hanya menghasilkan 60 ton saja, tapi sekarang sudah bisa mencapai 117 ton,” katanya.

Kualitas garam yang dihasilkan petambak lokal juga sudah bisa menyaingi garam impor dan terbukti telah diserap untuk keperluan industri. Tahun lalu produksi garam Indramayu mencapai 335 ribu ton.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengomentari ihwal harga garam yang anjlok di tingkat petani. Menurut dia, hal itu karena impor garam yang terlalu besar.

“Persoalan harga jatuh itu adalah impor terlalu banyak dan bocor. Titik. Itu persoalannya,” kata Susi saat memaparkan pencapaian program-program Kementerian Kelautan dan Perikanan semester I di kantornya, Jakarta, Kamis, 4 Juli 2019.

Menurut Susi, kalau impor garam di bawah 3 juta ton seperti sebelum-sebelumnya, harga di petani bisa Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per kilogram. “Persoalannya impor terlalu banyak dan itu bocor.”

Sumber: tempo.com