Tag Archives: Ekowisata

MARINE ECO TOURISM DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

Mevlevi Haydar As Shafa, Gede Manik Aryadatta Narendra,Zein Afandi, I Putu Crisna Putra Ardhika, Athif Izza Maula (Teknik Kelautan FTK ITS)

Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke dan menjadi negara maritim di dunia dengan luas teritorial lautnya mencapai 6.4 juta km2 atau 63% dari total keseluruhan wilayah negara Indonesia (Pushidrosal, 2018). Hal ini menjadikan
wilayah pesisir Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah.

Keberadaan sumber daya alam yang melimpah tersebut menjadikan wilayah pesisir Indonesia yang sangat panjang tersebut sangat produktif dan berpotensial besar dalam pengembangan perekonomian (Supriharyono, 2007).

Eco-tourism

Pemanfaatan di wilayah pesisir memang berpotensial dalam membantu pertumbuhan ekonomi wilayah seperti contohnya yakni pemanfaatan wilayah pesisir sebagai objek pariwisata. Ekowisata bahari (Marine Eco-Tourism) merupakan konsep kegiatan wisata berbasis alam dengan dampak negatif yang minimal terhadap lingkungan. Konsep wisata ini bertujuan untuk mencapai hubungan yang lebih berkelanjutan antara alam, sosial-budaya, ekonomi dan tetap mengandung nilai edukasi kepada masyarakat. Disisi lain ekowisata bahari sebagai suatu bentuk atau upaya dari reaksi terhadap keberlanjutan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya secara bersamaan di wilayah pesisir.

Taman Nasional Karimunjawa

Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di Kabupaten Jepara. Di TNKJ terdapat kekayaan keanekaragaman hayati dimana memiliki 72 genera karang dari 19 famili. Acropora dan Porites merupakan genera karang yang mendominasi di keseluruhan gugusan terumbu dengan berbagai bentuk pertumbuhan (Muttaqin et al.,2013).

Pemandangan alam bawah laut Karimunjawa

Dengan ekosistem terumbu karang yang terjaga diatas, menjadikan habitat ikan karang sebagai sumber mata pencaharian nelayan sekitar. Terdapat 16 famili ikan karang yang teridentifikasi di TNKJ, terdiri atas: Acanthuridae, Balistidae, Caesionidae, Chaetodontidae, Haemulidae, Labridae,

Lethrinidae, Lutjanidae, Mullidae, Nemipteridae, Pomacanthidae, Pomacentridae, Scaridae,
Serranidae, Siganidae
, dan Tetradontidae.
Dimana hasil tangkapan utama nelayan sekitar adalah ikan ekor kuning (Caesio cuning, Caesio teres) dan ikan pisang-pisang (Caesio caerulaurea). Sejak tahun 2010 terjadi peningkatan famili Pomacentridae sejak diberlakukannya larangan penangkapan ikan hias di TNKJ. Famili Caesionidae, juga mengalami peningkatan kelimpahan sebagai hasil dari semakin berkurangnya kegiatan penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing).

Sebagai kawasan konservasi, kegiatan pariwisata di TNKJ juga mendapat perhatian utama. Para wisatawan yang datang ke TNKJ harus merupakan wisatawan yang “cerdas” dengan tidak merusak alam sekitar ketika melakukan kegiatan wisata seperti misalnya snorkling dan diving. Hal lain yang tidak diperbolehkan adalah membuang sampah sembarangan karena dapat mengganggu ekosistem perairan Karimunjawa.

Tidak hanya kegiatan pariwisata, kegiatan nelayan juga harus diperhatikan. Seperti misalnya menggunakan cara penangkapan ikan yang bersifat destructive dan tidak menangkap yang tergolong ikan hias. Jika kegiatan wisata dan kegiatan nelayan dapat bersinergi maka tentunya dapat menjaga kelestarian ekosistem TNKJ.

Pariwisata Bahari TNKJ

Setiap tahunnya TNKJ telah menerima kunjungan wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara, oleh karena itu TNKJ merupakan salah satu daerah tujuan wisata unggulan di Jawa Tengah. Pada tahun 2019 rentang bulan Januari sampai Maret, jumlah pengunjung ke kawasan TNKJ berjumlah 21.919 orang. Berdasarkan asal pengunjung secara umum terdapat 20.678 pengunjung domestik dan 1.241 pengunjung mancanegara (Disparbud Jepara, 2019).

Berdasarkan data tersebut jumlah wisatawan selalu meningkat dari tahun ke tahun sebelum
akhirnya menurun ketika pandemi covid-19.

Peran ICZM dalam Pengembangan Ekowisata Bahari di TNKJ

Pngelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (ICZM) adalah kunci untuk menyelesaikan masalah dan
konflik kelestarian alam dan pariwisara di TNKJ adalah sangat kompleks. Berdasarkan karakteristik dan dinamika alam pesisir TNKJ, potensi dan permasalahannya, ICZM merupakan alternatif dalam pembangunan pesisir serta mencapai sistem kelautan secara optimal dan berkelanjutan. Dalam prakteknya perlu adanya koordinasi terintegrasi antar lembaga/institusi untuk menyelaraskan antara kepentingan, prioritas, dan tindakan.

Oleh karena itu, peranan ICZM sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat
sekitar pesisir Karimunjawa yang bergantung pada sumber daya pesisir, serta menyediakan
kebutuhan pembangunan (khususnya pembangunan yang bergantung pada pesisir) dengan tetap mempertahankan keanekaragaman dan produktivitas ekosistem pesisir untuk mencapai dan mempertahankan fungsi dan/atau tingkat kualitas sistem pesisir yang diinginkan.

EKOWISATA PULAU MAITARA MALUKU UTARA

Haarits Rayhan, Muhammad Anugerah Pragnyono, Dion Presetyo Sondakh, Selly Nurul Hikmayanti, Nurul Karunia (Teknik Kelautan FTK ITS)

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan industri pariwisata. Industri pariwisata di dunia serta khususnya Indonesia secara keseluruhan telah berkembang pesat. Perkembangan industri tidak hanya berdampak pada peningkatan pendapatan devisa negara, tetapi juga memperluas peluang usaha untuk mengatasi pengangguran lokal dan menciptakan lapangan kerja baru di masyarakat.

Sektor pariwisata juga merupakan salah satu dari tiga penghasil devisa terbesar di provinsi Indonesia. Kebijakan kepariwisataan itu sendiri sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Pulau Maitara

Kota Tidore merupakan wilayah Kepulauan Provinsi Maluku Utara adalah salah satu kabupaten kepulauan, dengan potensi alam yang yang dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata bahari.

Salah satu daerah wisata tersebut, adalah Pulau Maitara yang sudah terkenal, dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata dengan mengedepankan tatanan budaya di daerah Maluku Utara sehingga memberikan dampak yang minimal terhadap pergeseran nilai-nilai budaya, defleksi serta perilaku masyarakat di wilayah Pulau Maitara. Tentu saja sejak dari perencanaan harus membuka kesempatan dan keterlibatan dari warga dalam mengembangkan kawasan tersebut.

Pulau Maitara terletak di antara Pulau Tidore dan selatan Pulau Ternate, atau lebih tepatnya berada di Kota Tidore Kepulauan (Tikep) yang secara administrasi masuk kedalam Kecamatan Tidore Utara Kota Tidore Kepulauan Propinsi Maluku Utara. Pulau Maitara merupakan pulau kecil yang berpenduduk.

Daya Tarik Wisata Pulau Maitara

Dari segi potensi alam yang dimiliki, Pulau Maitara memiliki beberapa bentang alam yang menarik dan layak dikunjungi, antara lain pegunungan, pantai, hutan, udara, dan kekayaan laut. Secara fisik, Pulau Maitara didominasi oleh kawasan perbukitan dan pegunungan yang berfungsi sebagai hutan lindung. Keberadaan gunung ini memiliki keindahan yang jika dilihat dari luar pulau Maitara, wisatawan tertarik untuk mendekat dan mengunjungi pulau tersebut. Pegunungan di Pulau Maitara juga memiliki lereng yang landai dan curam. Lereng gunung pulau Maitara yang landai menarik wisatawan untuk panjat tebing karena relatif mudah dilalui oleh pendaki.

Bentang alam pesisir memiliki ekosistem mangrove yang menarik. Kondisi pantai yang landai dan ombak air yang relatif tenang membuat suasana pantai sangat bersahabat bagi wisatawan. Keunikan pantai Maitara adalah pasir putihnya yang berbeda dengan jenis pasir pantai di bagian pantai Tidore lainnya.

Kekayaan bawah laut Pulau Maitara mengandung ekosistem terumbu karang yang cocok untuk dikunjungi melalui kegiatan wisata diving dan snorkeling.

Sedangkan dari segi potensi budaya, Keanekaragaman suku dan cara hidup sosial merupakan kombinasi unik dari kehidupan masyarakat dan berbagai keunikan budayanya karena pulau maitara terdiri dari keturunan suku Tidore, Makian, dan Bugis.

Paulau Maitara juga memiliki beberapa kesenian yang menarik, dan Tari Soya Soya merupakan tarian yang istimewa dan istimewa yang menghibur para tamu. Kesenian ini sangat mendukung pengembangan pariwisata ramah wisatawan. Seni acara Tariqa dan Badabas juga dapat ditemukan di pulau Maitara.

Untuk potensi wisata unggulan pulau maitara sendiri, terdapat tiga tempat yang wajib dikunjungi yaitu, wisata tugu uang seribu, wisata pantai ake bai, dan wisata hutan mangrove maitara.

Pemberdayaan Masyarakat

Upaya pendekatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktifitas dan perekonomian masyarakat Pulau Maitara sehubungan dengan pengelolaan ekowisata antara lain, pertama dengan meningkatkan solidaritas dan aksi kolektif masyarakat Pulau Maitara. Pemberdayaan melalui pengembangan aksi kolektif yang merupakan suatu aksi bersama yang bermuara pada kesejahteraan setiap anggota secara individu. Untuk pengelolaan wilayah ekowisata harus dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat sehingga tingkat kesejahteraan dapat dicapai.

Kedua, pendekatkan masyarakat dengan sumber teknologi baru yang lebih berhasil dan berdaya guna. Upaya meningkatkan pendapatan dilakukan melalui perbaikan teknologi, mulai dari teknologi produksi hingga pasca produksi dan pemasaran. Dengan peran teknologi pengelolaan pariwisata dapat dilakukan dengan maksimal.

Ketiga, mendekatkan Masyarakat dengan pasar
Pengembangan ekowisata perlu diimbangi juga dengan promosi pada khalayak ramai. Dengan ekowisata yang dikenal banyak orang dan terus berkembang akan memberikan feedback positif untuk masyarakat Pulau Maitara.

Keempat, mendekatkan Masyarakat dengan sumber modal. Hal penting yang harus dilakukan adalah memastikan modal dalam pengembangan ekowisata dapat dianggarkan. Perlu adanya koordinasi dengan pemerintah untuk modal awal. Yang nantinya juga akan berdampak pada perkembangan pariwisata Indonesia.


Konsep ICZM dalam pengembangan Ekowisata Pulau Maitara

Pengelolaan wilayah pulau Maitara sebagai Kawasan ekowisata merupakan suatu komponen yang harus dilakukan guna menunjang pembangunan di Indonesia. Sehingga perlu dilakukan perencanaan yang matang. Untuk wilayah pesisir metode yang dapat digunakan yaitu ICZM yang merupakan suatu pendekatan yang komprehensif yang dikenal dalam pengelolaan wilayah pesisir, berupa kebijakan yang terdiri dari kerangka kelembagaan dan kewenangan hukum yang diperlukan dalam pembangunan dan perencanaan pengelolaan untuk kawasan pesisir yang terpadu dengan tujuan lingkungan hidup dan melibatkan seluruh sektor yang terkait.

Pemberdayaan masyarakat secara khusus dan eksistensi masyarakat secara umum perlu diinternalisasikan dalam pengembangan, perencanaan, serta pelaksanaan pengelolaan sumber daya pesisir secara terpadu. Faktor kemitraan antara seluruh stakeholder dalam proses perencanaan hingga evaluasi harus ditumbuhkembangkan. Komponen-komponen yang terlibat dalam kemitraan pengeloaan pesisir, antara lain adalah masyarakat lokal, perintah (pusat dan daerah), LSM, media massa, swasta, donor, organisasi internasional, masyarakat ilmuwan. Beberapa aspek yang berkenan dengan masyarakat adalah kekuatan penentu (driving forces) status dan eksistensi suatu kawasan pesisir.

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR LARANTUKA

Elang Setia Pratama, Dedy Rizaldy, Adiwira Surya Susanto, Tyas Naufal Hilmy (Mahasiswa Teknik Kelautan FTK ITS)

Indonesia, dengan luas wilayah perairan laut mencapai 6,4 juta km² atau sekitar tiga kali lipat dari luas wilayah daratannya, total panjang garis pantai mencapai 108.000,00 km (KKP,2019) memiliki peluang dan tantangan pengembangan dalam segi ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan dalam mengelola wilayah pesisir dan pantainya. Potensi sumber daya alam, perikanan dan pariwisata menjadi potensi terbesar dalam mengembangkan wilayah pesisir tersebut.

Selain keunikan ini, Indonesia juga termasuk dari beberapa negara di dunia yang berada dalam pada Cincin Api Pasifik atau biasa dikenal dengan Ring of Fire. Cincin Api Pasifik adalah daerah dengan rangkaian gunung berapi aktif yang tersebar dari Selandia Baru hingga ke Amerika Selatan dan melintasi berbagai negara, termasuk di Indonesia. Keberadaan Indonesia di Cincin Api Pasifik ini secara geologis membuat Indonesia memiliki cukup banyak gunung berapi yang masih aktif. Indonesia memiliki 127 gunung berapi dan terdapat 69 gunung berapi aktif (PVMBG, 2021).

Dengan fakta geografis dan geologis tersebut, banyak wilayah pesisir Indonesia menyimpan potensi sumber daya mineral, pariwisata, dan material, salah satunya adalah pesisir Larantuka, Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Saat ini potensi yang ada belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah adalah dengan tingkat pembangunan infrastruktur yang minim dan kondisi kesejahteraan masyarakatnya yang berbeda dengan mereka yang tinggal di wilayah perkotaan. Pesisir Larantuka apabila
dimanfaatkan potensinya secara optimal dapat membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi masyarakat pesisir di sana dan dapat meningkatkan devisa negara di Indonesia lewat potensi sumber daya alam dan perikanan dan menarik minat investor.

Pola pemanfaatan lahan di Larantuka

Perikanan Larantuka

Potensi sumber daya alam yang dapat
diperbarui (renewable resource) cukup beragam, salah satunya sumber daya perikanan, karena memiliki variasi jenis ikan yang banyak seperti Ikan Pelagis (Tuna, Cakalang, Tenggiri, Tongkol, Layar, Kombong, Tembang, Sardin, Teri, dll) dan Ikan karang/demersal (Kerapu, Kakap, dll).

Nelayan biasanya memanfaatkan semua jenis ikan yang bisa mereka tangkap. Mayoritas nelayan tradisional yang mempunyai armada sederhana biasanya memprioritaskan tangkapan ikan karang/demersal karena beroperasi di sekitar terumbu karang tidak jauh dari desa mereka. Hasil perikanan tangkapan nelayan biasanya dipasarkan ke beberapa tempat
meliputi perusahaan perikanan, pengumpul/papalele, Pasar Larantuka, dan konsumen langsung. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Flores Timur pada tahun 2013 Kecamatan Larantuka dapat menghasilkan perikanan laut sekitar 4043 Ton.

Ekowisata Mangrove Larantuka

Kecamatan Larantuka juga memiliki potensi pada tanaman mangrovenya. Tanaman bakau atau mangrove di kawasan pesisir sangat berguna karena dapat menangkal erosi gelombang terhadap garis pantai yang dimana terdapat pemukiman masyarakat nelayan, dan juga kayu-kayu tanaman mangrove yang sudah mengering dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Potensi lainnya adalah dapat dijadikan destinasi objek wisata khususnya ekowisata yang menawarkan konsep pendidikan dan konservasi.

Ekowisata menjadi salah satu pilihan yang dapat mempromosikan lingkungan yang khas dan tetap terjaga keasliannya sekaligus menjadi suatu kawasan kunjungan wisata. Lebih jauh lagi pada kawasan mangrove, dengan estetika wilayah pantai yang mempunyai berjuta tumbuhan dan hewan unik akan menjadikan kawasan ini potensial bagi pengembangan konsep ekowisata. Kondisi mangrove yang sangat unik dengan potensi sumberdaya alam berupa bentang alam, flora, fauna dan kegiatan sosial ekonomi sebagai objek dan daya tarik ekowisata. Selain itu juga dapat sebagai model wilayah yang dapat dikembangkan sebagai sarana wisata dengan tetap menjaga keaslian hutan serta organisme yang hidup disana. Dengan pengembangan terpadu, maka peluang mengoptimalkan nilai ekonomis, ekologis dan pendidikan pada kawasan hutan mangrove sangat besar.


Energi Laut Larantuka

Energi laut merupakan bentuk energi terbarukan
yang dapat dihasilkan dari pemanfaatan sumber daya laut, meliputi energi gelombang, energi
pasang surut, energi arus laut, dan energi termal laut. Secara teknis, energi laut merupakan
energi yang dihasilkan dari energi kinetik pergerakan air laut, energi potensial dari perbedaan ketinggian muka air laut dan perbedaan dari temperatur air laut.

Berdasarkan hasil sebuah penelitian, Selat Larantuka memiliki arus laut yang sangat kuat untuk dikembangkan sebagai sumber tenaga listrik, yaitu terendah 0,004 m/detik dan tertinggi 3,68 m/detik (Yuningsih, 2009). Kecepatan arus di daerah Selat Larantuka tersebut memenuhi syarat sebagai pembangkit listrik tenaga arus karena area yang paling potensial untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga arus laut yang disarankan Marine Current Turbine Ltd. adalah yang mempunyai nilai kecepatan minimum 2 m/s – 2.5 m/s (Gordon, 2003; Fraenkel, 1999).

Potensi arus di Selat Larantuka telah dilakukan penelitian dengan menggunakan Turbin
pembangkit listrik tenaga arus laut (PLTAL), jenis turbin yang dipasang adalah turbin poros vertikal tipe Darrieus berbilah turbin lurus. Dengan diameter putarnya 2 m dan panjang bilah
2 m, dengan efisiensi total 35%, turbin tersebut dapat menghasilkan listrik 2 kW pada kecepatan arus 1.4 m/detik. Pada uji coba pertamanya, PLTAL dapat menghasilkan listrik berfluktuasi antara 900–2000 W (Erwandi, 2010). Hasil uji coba tersebut, menunjukkan bahwa Selat Larantuka memiliki potensi yang besar dalam energi listrik arus laut. Uji coba tersebut seharusnya dapat ditindaklanjuti dengan melakukan pengujian lanjutan untuk mendapatkan nilai yang ekonomis sehingga energi listrik yang dihasilkan dapat menjadi solusi untuk memasok listrik di Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur.

Keuntungan penggunaan energi arus laut yaitu ramah lingkungan karena arus laut termasuk sumberdaya alam terbarukan, selain itu karena densitas air laut lebih besar yaitu 800 kali densitas udara maka untuk menghasilkan daya energi yang sama ukuran diameter turbin energi arus laut akan jauh lebih kecil dari turbin angin, sehingga tidak memerlukan lahan yang luas seperti turbin angin. Selain itu juga, turbin arus laut juga tidak memerlukan perancangan untuk
kondisi atmosfer yang ekstrim seperti turbin angin karena keadaan di bawah air relatif konstan.

Secara umum, kekurangan dari energi arus laut ini adalah membutuhkan biaya yang cukup
besar, lalu kekurangan yang lainnya lagi masih banyak energi arus laut ini hanya sekedar
penelitian belum di implementasikan secara serius di Indonesia.

Mitigasi Bencana dengan Pendekatan ICZM

Larantuka sebagai ibukota dari Kabupaten Flores Timur, yang berada didalam jalur daerah gunung berapi di Indonesia, dan memiliki 4 (empat) gunung berapi yaitu Gunung Lewotobi Laki-laki 1.584 Mdpl, Gunung Lewotobi Perempuan 1.703 Mdpl, Gunung Leraboleng 1.117 Mdpl serta Gunung Boleng 1.659 Mdpl, akan mempunyai bahaya/ancaman bencana lebih besar.

Selain ancaman dampak langsung erupsi gunung berapi diatas, juga terdapat ancaman gelombang tsunami, sehingga dari segi penanggulangan bencana harus dikelola dengan baik dan benar supaya meminimalisirkan dampak kerusakan yang terjadi.

Gambaran mitigasi bencana dalam pendekatan ICZM

Kebijakan dalam pengelolaan pesisir dan pulau kecil menjadi kerangka konseptual untuk mengurangi dampak akibat bencana pada wilayah pesisir tersebut. Dengan adanya mitigasi bencana yang berupa pengenalan serta adaptasi bahaya alam maupun buatan manusia. Sekaligus menghilangkan resiko jangka pendek, menengah, hingga panjang.