Blog Detail

OPEN REGISTRY & FLAG OF CONVENIENCE, TIDAK IDENTIK

28 Feb 17
admin
No Comments

Oleh Ir. Sjaifuddin Thahir, MSc.

Mobile: 0817188831

Sebagaimana kita sebagai masyarakat maritime mengetahui bahwa meningkatnya jumlah Negara-negara bendera kemudahan yang ada di dunia merupakan bagian dari suatu fenomena strategi bisnsis maritim dunia yang lebih besar. Hal ini dirasakan bagi Indonesia, banyak kapal-kapal yang melakukan bisnisnya di dunia mereka lebih senang memilih bendera kemudahan sebagai bendera kapalnya. Namun saat ini sudah berkurang bahkan habis kapal-kapal milik orang Indonesia yang memiliki bendera kemudahan.

Semenjak selesainya Perang Dunia Kedua, Belanda dan Jepang diusir dari Negara kesatuan Republik Indonesia, saat itu pula banyak negara-negara yang baru saja merdeka menggali dan mencari sumber-sumber pendapatan untuk negaranya. Bersyukur bahwa Indonesia masih memiliki kekayaan sumber alam yang sangat melimpah. Jadi tidak ikut-ikutan cari sumber pendapatan dengan menjual bendera Negara. Ayo ini kita jaga selama-lamanya.

Sebagai akibat dari pencarian sumber pendapatan baru tersebut bahwa negara-negara baru tersebut seperti Negara Cyprus, Malta, dan Bermuda dengan cepatnya mengambil kesempatan untuk dapat memasarkan kedaulatan negaranya. Indonesia tidak perlu memasar dengan cara ini namun kita harus benar-benar secara serius mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Ketahuilah bahwa sistem pendaftaran kapal adalah sebagai salah satu sumber pendapatan Negara dan bisa menghasilkan pendapatan cukup besar namun bisa jadi memiliki resiko reputasi yang cukup besar pula karena yang dijual adalah nama dan reputasi Negara.

Banyak negara-negara baru tersebut juga menyiapkan fasilitas-fasilitas kemudahan seperti fasilitas penggabungan usaha pelayaran dan fasilitas kemudahan memperoleh pendanaan dari perbankan, menawarkan insentif pajak korporasi yang lebih rendah atau bahkan bisa dengan pajak yang “nol’, dan Negara-negara tersebut melakukan lobi-lobi kepada investor untuk mau menanam investasinya sebagai modal asing di negaranya. Dengan cara pembukaan open register kepada kapal-kapal ini, maka menjamurlah bendera-bendera kemudahan dan mereka bersatu dan bergandengan tangan bersama dengan proliferasi negara yang dikenal dengan Negara surga pajak (tax haven states).

Terminologi yang digunakan untuk menggambarkan system pendaftaran kapal menjadi istilah yang kontroversi. Bagaimana tidak, yang biasanya sulit melakukan pendaftaran kapal menjadi mudah melakukannya. Di Amerika Serikat, beberapa kelompok-kelompo lobby kepada para pemilik kapal yang telah mendaftarkan kapalnya ke luar negeri lebih menyukai dari istilah bendera kebutuhan (flags of necessity) menjadi bendera kemudahan (flags of convenience). Istilah ini adalah istilah merek dagang dari sudut pandang negera kemudahan. Demikian juga para pemilik kapal menyukai dengan istilah pendaftaran kapal secara terbuka (open registry) yaitu sistem pendaftaran kapal dimana kapal-kapal yang dapat berasal dari negara mana saja dan dimiliki oleh siapa saja yang ada di dunia. Ini istilah stategi bisnis dari sudut pandang pemilik kapal. Hal ini tentu berlawanan dengan azas cabotage yang diterapkan di Indonesia.

Sementara itu, serikat pekerja termasuk pelaut di Amerika Serikat dan Inggris serta negara-negara maritim lainnya melakukan protes atas hilangnya pekerjaannya dan berkurangnya kesempatan kerja bagi mereka karena pekerjaannya sekarang ini bisa diisi oleh crew atau pekerja kapal asing dan istilah bendera kemudahan dikonotasikan dengan konotasi kualitas pekerja pelaut yang lebih rendah. Namun dengan pemberlakukan STCW Manila convention semua pelaut dunia sudah tunduk dan taan atas isi konvensi tersebut. Harapan kita Indonesia juga melakukan hal yang sama.

Dua puluh tahun dari pertengahan tahun 1980-an yaitu sekitar awal abad ke-21, setidaknya terdapat 14 sistem pendaftaran secara terbuka (open registry) yang telah didirikan dan dikembangkan, terutama oleh Negara-negara bekas dijajah (colonial dependencies). Untungnya Indonesia sampai dengan saat ini tidak ikut-ikutan terbawa arus. Banyak hal dari sistem open registry ini menjadi terkenal mencuat di dunia dan masyarakat maritime yaitu karena skala gaji pelaut yang diberikan oleh pemilik kapal bisa lebih rendah dan kondisi pelaut bisa dieksploitatif.

Pada akhir 1990, International Transport Federation (ITF) yang bermarkas di London, konfederasi pelaut dan longshoremen’s unions di seluruh dunia, menyatakan dan mendeklarasikan secara khusus pendaftaran kapal terbuka sebagai bendera kemudahan (flag of convenience). Ketika ITF melakukan deklarasi, serikat pelaut memboikot kapal-kapal yang terdaftar di negara-negara bendera kemudahan. Karena beberapa sistem registry terbuka, kenyataannya memang memiliki praktek-praktek mempekerjakan tenaga kerja pelaut dengan relatif lebih adil, namun beberapa Negara kemudahan, bebrapa belum ditunjuk secara resmi sebagai bendera kemudahan oleh ITF. Inilah inti protesnya. Ini kita juga tidak mengetahui apakah ini sebagai bagian dari strateginya.

Karena dengan beberapa alasan tersebut, istilah “open registry” dan “flag of convenience”, semoga hal ini menjadi pembuka wacana kita dimana kedua istilah tersebut sebenarnya tidak benar-benar persis identik dari sudut pandang pemerintah, pekerja pelaut, dan pemilik kapal.

Leave A Comment