Blog Detail

MENATAP MASA DEPAN ENERGI PANAS BUMI INDONESIA

23 Jun 14
admin
No Comments

panasbumi

Indonesia merupakan salah satu negara terkaya sumber daya panas bumi, potensi saat ini mencapai sekitar 29 GWe (setara dengan 40% cadangan dunia) atau setara dengan 12 milyar barel minyak bumi untuk masa pengoperasian 30 tahun. Namun pemanfaatan panas bumi untuk energi listrik pada saat ini baru mencapai 1196 MW atau hanya sekitar 4% dari potensi yang tersedia. Saat ini aktifitas pengembangan panas bumi di beberapa lapangan panas bumi terhenti karena terkendala perizinan (izin pinjam pakai kawasan hutan lindung, hutan konservasi, dan izin lokasi dari Pemerintah Daerah).

Meskipun kebijakan di dalam bauran energi nasional sudah cukup lama dicanangkan (Perpres 05/2006), dimana 5% dari kebutuhan energi nasional akan dipenuhi dari energi panas bumi, namun pemanfaatan energi panas bumi yang diatur UU No27/2003 belum sesuai harapan. Saat ini terdapat 15 WKP eksisting (diterbitkan sebelum UU No. 27/2003) dan 31 WKP baru. Dari 15 WKP eksisting tersebut, baru 7 lapangan yang sudah berproduksi sementara lainnya masih pada tahap eksplorasi dan pengembangan. Sementara dari 31 WKP baru, 19 lokasi telah mendapatkan IUP, namun belum satu pun yang telah berproduksi bahkan sebagian besar belum melakukan kegiatan eksplorasi. Namun hingga saat ini tidak ada satu pun pemanfaatan langsung (direct use) panas bumi dikembangkan, salah satu penyebabnya adalah belum adanya regulasi yang mengaturnya sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 27 Tahun 2003.

PERMASALAHAN PENGEMBANGAN ENERGI PANAS BUMI

Pertama, Resiko Sumber Daya, resiko ini terkait kemungkinan tidak didapatinya potensi panas bumi sesuai dengan perkiraan sebelumnya. Sementara informasi tentang kondisi bawah permukaan, termasuk cadangan yang tersedia, pada saat proses lelang dinilai masih minim untuk menekan risiko usaha. Kedua,  Tinggginya Biaya Investasi pada periode awal proyek, pengembang panas bumi dihadapkan pada masalah besarnya investasi di sisi hulu yang harus ditanggung pada periode awal proyek. Biaya ini digunakan untuk eksplorasi dan produksi uap panas bumi. Sebenarnya biaya ini merupakan fuel cost yang digunakan selama masa pengusahaan pembangkit, namun harus dibayarkan sebelum produksi. Ketiga, Kepastian Harga Listrik Panas Bumi, penentuan harga yang dilakukan pada saat data dan informasi mengenai prospek yang ditawarkan masih sangat terbatas dan masih memiliki ketidakpastian yang tinggi (lelang WKP saat ini) akan memungkinkan terjadinya re-negosiasi antara pengembang dan pembeli.

Keempat, Proses Lelang yang Dinilai Tidak Bankable, lelang panas bumi tidak mampu menghasilkan pengembang panas bumi yang profesional, diindikasikan dari belum dikembangkannya lapangan-lapangan panas bumi yang telah dilelangkan. Hal ini terjadi karena peserta tender dinilai tidak memiliki kompetensi usaha panas bumi. Kelima, Pengembangan Panas Bumi Skala Kecil, pengembangan panas bumi skala kecil akan sulit untuk dilakukan di Indonesia karena tidak akan ekonomis bila dikembangkan badan usaha, selama struktur harganya mengikuti struktur harga saat ini. Di sisi lain, peraturan perundangan yang berlaku tidak mengakomodasi peran Pemerintah untuk pengembangan panas bumi skala kecil. Keenam, Pemanfaatan Panas bumi Secara Langsung, pemanfaatan panas bumi secara langsung masih sangat terbatas, hal ini akibat belum adanya peraturan perundangan yang mengatur mengenai pemanfaatan langsung panas bumi

Ketujuh, Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) bidang Panas Bumi, kemampuan SDM di bidang panas bumi terutama di daerah masih rendah, mengingat bidang usaha panas bumi masih relatif baru dan belum dikenal. Kedelapan, Tumpang Tindih dengan Wilayah Hutan, secara alamiah, panas bumi berada di wilayah gunung dengan kemiringan yang curam. Wilayah-wilayah tersebut pada umumnya juga merupakan kawasan hutan suaka alam atau hutan konservasi. Berdasarkan aturan yang ada, pengembangan panas bumi tidak dimungkinkan dilakukan di kawasan tersebut. Kesembilan, Birokrasi dan Kelembagaan, hampir semua daerah belum menyiapkan lembaga atau unit kerja yang menangani panas bumi. Pemerintah daerah banyak juga yang belum memiliki peraturan daerah terkait dengan pengusahaan panas bumi. Dan kesepuluh,  Tingkat Kandungan Dalam Negeri, selama ini tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) industri panas bumi masih sangat rendah sehingga turut menaikkan biaya investasi.

#soni.fahruri#

Leave A Comment